Rabu, 01 Juli 2015
HAKEKAT NUR MUHAMMAD SAW
Nur Muhammad
Berikut ini beberapa penjelasan tentang Nur Muhammad yang kami kutip dari beberapa kitab karya ulama, yakni :
1. Syaikh Khalid al-Azhari mengatakan :
“Sesungguhnya segala tanda-tanda kenabian yang didatangkan dengannya oleh para rasul sesungguhnya berhubung dengan mereka dari pada Nur Nabi Muhammad SAW, karena Nur Nabi SAW telah dicipta terdahulu dari pada mereka[1]
2. Ibrahim al-Bajury berkata :
“Jika dikatakan bagaimana dapat dikatakan mukjizat yang didatangkan oleh para rasul yang mulia kepada umat-umat mereka adalah dari pada Nur Nabi Muhammad SAW, sedangkan para nabi tersebut adalah lebih dahulu ada ? Maka jawabannya ialah Junjungan Nabi SAW adalah terlebih dahulu wujudnya atas segala nabi tersebut yakni dari segi kejadian an-Nur al- Muhammady.”[2]
3. Imam al-Barzanji berkata dalam sya’ir Maulid al-Nabawy :
وأصلي وأسلم على النور الموصوف بالتقدم والأولية
Artinya : Dan aku mohon rahmat Allah dan kesejahteraan-Nya atas nur yang disifati dengan terdahulu dan yang pertama.[3]
4. An-Nawawi al-Bantany, dalam mensyarah perkataan al-auwaliyah(perkataan al-Barzanji dalam sya’ir Maulid al-Nabawy di atas) mengatakan :
“Keadaan nur itu yang pertama adalah dibandingkan makhluk lainnya, sebagaimana dalam hadits Jabir, beliau bertanya kepada Rasulullah SAW makhluk pertama yang diciptakan Allah Ta’ala, Rasulullah SAW bersabda :
ان الله خلق قبل الأشياء نور نبيك فجعل ذالك النور يدور بالقدرة حيث شاء الله ولم يكن في ذلك الوقت لوح ولا قلم ولا جنة ولا نار ولا ملك ولا انس ولا جن ولا أرض ولا سماء ولا شمس ولا قمر
Artinya : Sesungguhnya Allah telah mencipta, sebelum adanya sesuatu, nur nabimu, maka dijadikan nur tersebut beredar dengan kekuasaan qudrahNya menurut yang dikehendaki Allah. Dan belum ada pada waktu itu luh, qalam, syurga, neraka, malaikat, manusia, jin, bumi, langit, matahari dan bulan.[4]
Komentar penulis :
Ini merupakan hadits Jabir riwayat Abdur Razzaq yang ditolak oleh al-Suyuthi sebagaimana keterangan setelah ini. Matannya menyerupai ini telah disebut oleh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail dengan menyebutkannya sebagai riwayat Abdur Razzaq dari Jabir.[5]
5. Ditanyai Ibnu Hajar al-Haitamy, semoga Allah memberi manfaat kepadanya, siapakah yang meriwayat hadits :
أول ما خلق الله روحي والعالم بأسره من نوري كل شيء يرجع إلى أصله
Artinya : Yang pertama diciptakan Allah adalah ruhku dan alam keseluruhannya dicipta daripada nurku, setiap sesuatu kembali kepada asalnya
Maka beliau menjawab :
"Aku tidak mengetahui siapa yang meriwayatkannya sedemikian. Dan Sesungguhnya yang diriwayat oleh Abdur Razzaq adalah sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda :
إن الله خلق نور محمد قبل الأشياء من نوره
Artinya : Sesungguhnya Allah telah mencipta Nur Muhammad sebelum segala sesuatu dari pada Nur-Nya.[6]
Hadits riwayat Abdur Razzaq ini juga telah disebut oleh Ibnu Hajar al-Haitamy dalam kitab beliau, Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail [7] dan kitab al-Ni’mah al-Kubra ‘ala al-Alam fi Maulidi Sayyidi Waladi Adam.[8]
6. Imam Abdurrahim bin Ahmad al-Qadhi dalam kitabnya, Daqaiq al-Akhbar mengatakan :
“ Sesungguhnya telah datang khabar bahwa Allah Ta’ala menciptakan pohon dengan empat cabang. Allah Ta’ala menamakannya Syajaratulyaqin. Kemudian dalam hijab, Allah menciptakan Nur Muhammad dari permata putih seperti bentuk burung Merak dan Allah meletakkannya di atas pohon tersebut. Nur Muhammad bertasbih di atasnya selama tujuh puluh ribu tahun. Kemudian Allah Ta’ala menciptakan mar-atul haya’ (cermin malu) dan meletakkannya di hadapan Nur Muhammad. Manakala burung merak (Nur Muhammad) melihat cermin, dia melihat bentuknya yang cantik da sangat bagus, maka dia malu kepada Allah dan berkeringat karenanya. Maka muncullah enam keringat darinya. Dari keringat pertama, Allah Ta’ala menciptakan Abu Bakar r.a., dari keringat kedua Allah menciptakan Umar r.a., dari keringat ketiga Allah menciptakan Usman r.a., dari keringat keempat Allah menciptakan Ali r.a., dari keringat kelima Allah menciptakan bunga dan dari keringat keenam Allah menciptakan gandum………….dst”[9]
Komentar penulis :Hadits ini bertentangan dengan pemahaman bahwa Nur Muhammad merupakan makhluq yang pertama, karena berdasarkan kandungan hadits ini ada makhluq lain sebelum Nur Muhammad, yakni pohon Syajaratulyaqin dan permata putih.Hadits ini disebut tanpa perawi dan sanadnya.
7. Al-Suyuthi, salah seorang ulama besar dalam Mazhab Syafi’i ditanyai mengenai hadits penciptaan Nur Muhammad, yaitu hadits berbunyi :
أَنَّ اللَّهَ تَعَالَى خَلَقَ نُورَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَزَّأَهُ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءٍ فَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الْأَوَّلِ الْعَرْشَ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الثَّانِي الْقَلَمَ، وَخَلَقَ مِنَ الثَّالِثِ اللَّوْحَ، ثُمَّ قَسَّمَ الْجُزْءَ الرَّابِعَ وَجَزَّأَهُ أَرْبَعَةَ أَجْزَاءٍ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الْأَوَّلِ الْعَقْلَ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الثَّانِي الْمَعْرِفَةَ، وَخَلَقَ مِنَ الْجُزْءِ الثَّالِثِ نُورَ الشَّمْسِ وَالْقَمَرِ وَنُورَ الْأَبْصَارِ وَنُورَ النَّهَارِ، وَجَعَلَ الْجُزْءَ الرَّابِعَ تَحْتَ سَاقِ الْعَرْشِ مَدْخُورًا
Artinya : Sesungguhnya Allah Ta’ala menjadi Nur Muhammad SAW, maka membagikannya menjadi empat bagian. Allah menjadikan Arasy dari bagian pertama, menjadikan qalam dari bagian kedua dan menjadikan luh dari bagian ketiga. Kemudian membagikan bagian yang keempat dalam empat bagian, menjadikan akal dari bagian pertama, menjadikan ma’rifah dari bagian kedua, menjadikan cahaya matahari, cahaya bulan, cahaya abshar (penglihatan) dan cahaya siang hari dari bagian ketiga dan menjadikan dari bagian yang keempat tersimpan di bawah penyangga Arasy.
Beliau menjawab :
“Hadits yang disebut dalam pertanyaan, tidak ada sanadnya yang dapat dijadikan pegangan.”[10]
Dalam kitab Quut al-Mughtazi ‘ala Jami’ al-Turmidzi, al-Suyuthi berkomentar tentang hadits yang berbunyi :
إن اول ما خلق الله نوري
Artinya : Sesungguhnya yang pertama diciptakan Allah adalah nur aku.
beliau mengatakan, hadits ini tidak datang dengan ini lafazh, maka tidak diperlukan penta’wilan (untuk menghindari pertentangan dengan hadits “yang pertama diciptakan Allah adalah qalam”).[11]
8. Al-Buwaithi salah seorang murid Imam Syafi’i, menyatakan sunnat memperbanyak shalawat kepada Nabi SAW ketika makan beras, karena beras dijadikan Allah dari Nur Muhammad. Namun al-Bujairumi mempertanyakan fatwa ini, beliau mengatakan :
“Perkataan al-Buwaithi bahwa beras dijadikan dari Nur Muhammad perlu ada tinjauan, karena hadits tentangnya tidak tsubut (tidak shahih).”[12]
9. Dari Abdullah bin Syaqiq, Rasulullah SAW bersabda :
كُنْتُ نَبِيًّا وَآدَمُ بَيْنَ الرُّوحِ وَالْجَسَدِ
Artinya : Aku sudah menjadi nabi, sedangkan Adam masih antara ruh dan jasad. [13]
Hadits ini telah ditakhrij oleh al-Hakim dengan lafazh :
يا رسول الله متى كنت نبيا قال: وآدم بين الروح والجسد
Artinya : Ya Rasulullah kapan engkau menjadi nabi?, Jawab beliau : “Adam antara ruh dan jasad.
Al-Hakim mengatakan shahih dan al-Zahabi mengakui keshahihan itu. Hadits ini juga telah ditakhrij oleh Ahmad dan al-Thabrani. Al-Haitsami mengatakan, rijalnya rijal shahih.[14]
Imam al-Subki dalam mengomentari hadits di atas mengatakan :
“Sungguh telah datang berita bahwa Allah menjadi ruh-ruh sebelum jasad.Karena itu, perkataan Nabi : “Aku sudah menjadi nabi” di atas merupakan isyarat kepada ruh Nabi yang mulia dan hakikatnya. Sedangkan hakikatnya itu tidak mampu akal kita mengenalnya, hanya penciptanya dan orang-orang yang diberikan kemampuan dengan nur ilahi saja. Kemudian Allah mendatangkan hakikat-hakikat itu menurut yang dikehendaki-Nya pada waktu yang dikehendaki-Nya. Maka hakikat Nabi SAW yang wujud sebelum penciptaan Adam didatangkan Allah sifat kenabian itu padanya, yakni Allah menjadikan hakikat Nabi SAW tersedia untuk sifat kenabian itu dan dilimpahkannya atas hakikat Nabi SAW pada waktu itu, maka jadilah hakikatnya sebagai nabi.[15]
Komentar penulis :Seandainya diterima pemahaman Imam al-Subki ini, maka hakikat Muhammad yang dimaksud bukan berarti identik dengan Nur Muhammad yang merupakan makhluq pertama ciptaan Allah, karena pemahaman al-Subki ini hanya menunjukan hakikat Muhammad lebih duluan ada dari jasad Adam a.s., bukan lebih duluan dari segala makhluq.Sebagian ulama menafsirkan, maknanya adalah kenabian Muhammad sudah duluan nyata/dhahir dalam alam arwah dari pada penciptaan Adam a.s. Artinya penciptaan Muhammad sebagai nabi sudah duluan masyhur dalam alam arwah dikalangan Malaikat.Al-Ghazali mengatakan, maknanya adalah Muhammad sudah duluan menjadi nabi dari pada penciptaan Adam a.s. dalam taqdir bukan dalam penciptaan, sedangkan dalam penciptaan duluan Adam a.s.Penafsiran lain adalah duluan ada dalam ilmu Allah.Ibnu Hajar al-Haitami setelah menyebut pendapat-pendapat ulama di atas, termasuk pendapat Imam al-Subki di atas, beliau lebih cenderung kepada pendapat Imam al-Subki.[16]
Syeikh Abu Abdurrahman Abdullah bin Muhammad bin Yusuf Ibn Abdullah bin Jami’ al-Harari, seorang ulama bermazhab Syafi’i (Lahir 1328 H/1910 M) berasal dari negeri Harar (sebuah nama negeri di Somalia sekarang) dalam kitab Sharih al-Bayan, beliau menolak pendapat yang mengatakan Nur Muhammad merupakan ciptaan Allah yang pertama, menurut beliau makhluq pertama ciptaan Allah adalah air. Argumentasi beliau adalah sebagai berikut:
1. Firman Allah Ta’ala berbunyi :
وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ
Artinya : Kami jadikan setiap sesuatu yang hidup dari air.
2. Hadits riwayat al-Bukhari dan al-Baihaqi berbunyi :
كَانَ اللَّهُ وَلَمْ يَكُنْ شَيْءٌ غَيْرُهُ، وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى المَاءِ
Artinya : Adalah Allah, tidak ada sesuatupun selainnya, Arasy ketika itu atas air[17]
3. Hadits Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda :
كُلُّ شَيْءٍ خُلِقَ مِنَ الْمَاءِ
Artinya : Setiap sesuatu diciptakan dari air )[18]
4. Diriwayat oleh al-Suddii dalam tafsirnya dengan sanad yang berbeda-beda, berbunyi :
أَنَّ اللَّهَ لَمْ يَخْلُقْ شَيْئًا مِمَّا خَلَقَ قَبْلَ الْمَاءِ
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak menciptakan sesuatupun dari apa yang telah diciptakan-Nya sebelum air.[19]
5. Abdurrazaq sendiri dalam menafsirkan firman Allah Q.S Hud : 7 yang berbunyi :
هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ وَكَانَ عَرْشُهُ عَلَى الْمَاءِ
Beliau mengutip perkataan Qatadah berbunyi :
هَذَا بَدْءُ خَلْقِهِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَاءَ وَالْأَرْضَ
Artinya : Ini adalah permulaan penciptaannya sebelum menciptakan langit dan bumi. [20]
6. Mujahid dalam menafsirkan firman Allah Q.S Hud : 7 di atas mengatakan :
قبل أن يخلق شيئًا.
Artinya : sebelum menciptakan sesuatupun.[21]
7. Adapun hadits yang disebut-sebut sebagai riwayat Abdurrazaq dari Jabir, menurut beliau ini adalah maudhu’ (palsu). Beliau berargumentasi dengan penjelasan dari al-Suyuthi sebagaimana telah kutip di atas dan juga karena bertentangan dalil-dalil yang beliau kemukakan di atas
8. Hadits Nur Muhammad yang disebut-sebut diriwayat oleh Abdurrazaq dari Jabir dalam kitab Mushannafnya, menurut beliau ternyata tidak ada dalam kitab tersebut berdasarkan cetakan yang beredar sekarang (zaman hidup beliau)
9. Yang berpendapat juga bahwa hadits Jabir ini adalah maudhu’ adalah Ahmad bin al-Saddiq al-Ghumari, seorang peneliti hadits yang hidup semasa dengan beliau sebagaimana beliau kemukakan dalam kita ini.[22]
Komentar penulis :
KH Sirajuddin Abbas dalam buku beliau, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i cenderung menolak pendapat bahwa seluruh alam ini terjadi dari Nur Muhammad.[23]
KesimpulanTerjadi perbedaan pendapat ulama dalam menanggapi tentang hadits Nur MuhammadMasalah keberadaan Nur Muhammad bukanlah masalah pokok akidah yang menyebabkan saling menuduh sesat sesama umat Islam hanya karena masalah khilafiyah ini, sehingga tidak mengherankan kalau masalah Nur Muhammad ini hampir dapat dikatakan jarang sekali dibahas dalam kitab–kitab Aqidah, yang banyak pembahasannya hanya dalam kitab kitab-kitab tasaufKami tidak dalam posisi menjelaskan pendapat mana yang lebih rajih antara kedua pendapat di atasMudah-mudahan tulisan ini bermanfaat untuk menambah wawasan keislaman kita dan kepada guru-guru kami, abu-abu/kiyai, seandainya pemahaman kami ini keliru, mohon masukan dan meluruskannya.
[1] Syaikh Khalid al-Azhari, Syarah Matn al-Burdah, dicetak pada hamisy Hasyiah ala Matn al-Burdah, al-Saqafiyah, Surabaya, Hal. 31
[2] Ibrahim al-Bajury, Hasyiah Matn al-Burdah, al-Saqafiyah, Surabaya, Hal. 30
[3] Majmu’ah al-Mawalid, Maktabah Julia Karya, Jakarta, Hal. 72-73
[4] Syaikh an-Nawawi al-Bantany, Madarij al-Su’ud, Syirkah al-Ma’arif,Bandung, Hal. 4
[5] Ibnu Hajar al-Haitamy, Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Hal. 36
[6] Ibnu Hajar al-Haitamy, al-Fatawa al-Haditsiyah[7] Ibnu Hajar al-Haitamy, Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Hal. 36
[8] Ibnu Hajar al-Haitamy, al-Ni’mah al-Kubra ‘ala al-Alam fi Maulidi Sayyidi Waladi Adam[9] Imam Abdurrahim bin Ahmad al-Qadhi , Daqaiq al-Akhbar, Syirkah al-Ma’arif, Bandung, Hal. 2
[10] Al-Suyuthi, al-Hawy lil Fatawa, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. I, Hal. 323-325
[11] Al-Suyuthi, Quut al-Mughtazi ‘ala Jami’ al-Turmidzi, Juz. I, Hal. 516
[12]Al-Bujairumi, Hasyiah al-Bujairumi ‘ala Syarh al-Khatib, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. III, Hal. 73
[13] Ibnu Sa’ad, al-Thabaqat al-Kubra, [14] Al-Munawi, Faidh al-Qadir[15] Al-Suyuthi, al-Hawi lil Fatawa, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Juz. II, Hal. 100-101
[16] Ibnu Hajar al-Haitami, Asyraf al-Wasail ila Fahm al-Syamail, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Hal. 34-35
[17] Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari
[18] Ibnu Hibban, Shahih Ibnu Hibban
[19] Ibnu Hajar al-Asqalani, Fahul Barri
[20] Abdurrazaq, Tafsir Abdurrazaq
[21] Al-Thabari, Tafsir al-Thabari
[22] Abu Abdurrahman Abdullah al-Harari, Sharih al-Bayan
[23] KH Sirajuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’i, Pustaka Tarbiyah, Jakarta, Hal. 211.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Makasi referensinya.
BalasHapus