FATWA IMAM AS-SUYUTHI TENTANG AYAT 84 DARI SUROH AT-TAUBAH
Alloh SWT berfirman dalam Suroh Baro'ah / At-Taubah ayat 84, yang berbunyi :
(وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ) [Surat At-Tawba : 84]
" Dan janganlah kamu sekali-kali menyembahyangkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya. Sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik ".
Berkaitan dengan pengertian ayat diatas, Al-Imam al-Hafidz Jalaluddin Abdurrohman bin Abu Bakar As-Suyuthi dalam Kitabnya Al-Hawy lil Fatawiy, Jilid 1, Hal. 365, beliau ditanya akan pengertian lafadz " al-qiyaamu " pada teks ayat, "......walaa taqum 'alaa qobrihi...", Bab " Al-Fatawy Al-Quraniyyah " tentang Suroh Baro'ah, sebagaimana saya tulis salinannya berikut dibawah ini :
مسألة : في قوله تعالى :
(وَلَا تُصَلِّ عَلَىٰ أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا وَلَا تَقُمْ عَلَىٰ قَبْرِهِ ۖ إِنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَاتُوا وَهُمْ فَاسِقُونَ) هل يفسر القيام هنا بزيارة القبور ؟ وهل يستدل بذلك على ان الحكمة في زيارته صلى الله عليه وسلم قبر امه انه لإحيائها لتؤمن به بدليل ان تاريخ الزيارة كان بعد النهي ؟.
PERTANYAAN : Tentang firman Alloh Ta'ala Suroh Baro'ah ( At-Taubah ayat 84 ), apakah penafsiran lafadz " al-qiyaamu ( berdiri ) disini diartikan dengan ziarah kubur ? dan apakah hal itu mengindikasikan terhadap hikmah ziarahnya Nabi SAW ke kubur ibundanya ( memohon kepada Alloh ) untuk menghidupkan ibundanya kembali supaya mengimani dengan ( risalah yang diemban ) nya itu, sebagai bukti bahwa sejarah ziarah itu telah ada sebelum adanya larangan berziarah ?
الجواب : ان المراد بالقيام على القبر الوقوف عليه حالة الدفن وبعده ساعة ، ويحتمل ان يعم الزيارة ايضا أخذا من الاطلاق ، وتاريخ الزيارة كان قبل النهي لا بعده ، فان الذي صح في الاحاديث انه صلى الله عليه وسلم زارها عام الحديبية والآية نازلة بعد غزوة تبوك ثم الضمير في ( منهم ) خاص بالمنافقين وان كان بقية المشركين يلحقون بهم قياسا ، وقد صح في حديث الزيارة انه استأذن ربه في ذلك فأذن له ، وهذ الإذن عندي يستدل به على انها من الموحدين لا من المشركين كما هو اختياري ، ووجه الاستدلال به انه نهاه عن القيام علي قبور الكفار وأذن له في القيام على قبر امه فدل على انها ليست منهم والا لما كان يأذن له فيه واحتمال التخصيص خلاف الظاهر ويحتاج الى دليل صريح . فان قلت : استئذانه يدل على خلافه والا لزارها من غير استئذان . قلت : لعله عنده وقفة في صحة توحيد من كان في الجاهلية حتى اوحى اليه بصحة ذلك .
JAWABAN : Yang dimaksud berdiri diatas kubur disini adalah berdiam diri dalam prosesi pemakaman jenazah dan sesaat setelah pemakaman, dan bisa juga ( lafadz al-qiyaam ) dipakai sebagai keumuman hukum berziarah secara muthlaq, dan sejarah ziarah telah ada sebelum adanya larangan berziarah, bukan sesudah adanya larangan. Dan bahwasannya hal ini dibenarkan didalam beberapa hadist bahwa Nabi SAW telah menziarahi kubur ibundanya pada tahun ( terjadinya perjanjian ) Hudaibiyah, dan ayat ( 84, Suroh Baro'ah ) itu diturunkan sesudah terjadinya perang Tabuk. Kemudian dhomir pada lafadz " minhum ( منهم ) " pada ayat tersebut hanya tertentu bagi orang-orang munafiq saja serta dijadikan analogi ( qiyas ) apabila masih ada sisa dari orang-orang musyrik yang masih dapat dijumpai pada golongan mereka ( munafiqin ). Dan sungguh telah dinyatakan dalam hadist tentang ziarah, bahwa Nabi SAW meminta izin kepada Alloh untuk ini ( menziarahi kubur ibundanya ), maka Alloh pun mempersilahkannya. Dan izin ( yang diberikan Alloh ) ini menurutku ( As-Suyuthi ) membuktikan bahwa ibunda Nabi SAW termasuk dari golongan Muwahhidin ( yang meng-Esa-kan Alloh ) dan bukan dari golongan orang-orang musyrikin, sebagaimana ini adalah pendapat yang dipilih. Dan sudut pandang pada kesimpulan ayat ini, bahwa sesungguhnya Alloh melarang Nabi SAW berdiri ( ziarah ) pada kubur orang-orang kafir dan Alloh mempersilahkan ( memberi idzin ) kepada beliau untuk berdiri ( ziarah ) kekubur ibundanya yang menandakan bahwa ibundanya bukanlah dari golongan kaum kafir. Dan jika tidak begitu, maka ketika diizinkannya bagi Nabi dalam hal ini ( ziarah ) dan menjadikan kekhususan ( pada diri Nabi SAW ) itu memunculkan perbedaan pendapat dan akan memerlukan adanya bukti yang kongkrit. Maka jika kamu berkata, " Permohonan izin Nabi itu menunjukkan sebuah kontroversi, dan jika tidak, maka Nabi menziarahi kubur ibunya tidak perlu meminta izin. Aku ( As-Suyuthi ) berkata , " Bisa jadi apa yang ada pada Nabi ketika itu merupakan jeda waktu ( untuk mengetahui ) atas pernyataan tauhid seseorang yang hidup dimasa jahiliyah sampai diwahyukan kepada Nabi tentang kebenaran pernyataan tersebut ".
Wallohu a'lamu bis showab
————————
Sidoarjo, Kamis 7 Mei 2015
Danny Ma'shoum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar