Jumat, 06 Maret 2015

HUKUM KIRIM DOA BAGI MAYIT DALAM PANDANGAN TOKOH WAHABI

Fatwa Syaikh Utsaimin Tentang Kirim
Pahala al-Quran
Fatwa Syaikh Utsaimin
Tentang Kirim Pahala al-Quran
ﻣﺠﻤﻮﻉ ﻓﺘﺎﻭﻯ ﻭﺭﺳﺎﺋﻞ ﺍﺑﻦ ﻋﺜﻴﻤﻴﻦ - ‏( ﺝ 7 / ﺹ 159 ‏)
ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻠﻰ ﻗﻮﻟﻴﻦ ﻣﻌﺮﻭﻓﻴﻦ: ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ: ﺃﻥ ﺛﻮﺍﺏ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ
ﺍﻟﺒﺪﻧﻴﺔ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻭﻧﺤﻮﻫﻤﺎ ﻳﺼﻞ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻛﻤﺎ
ﻳﺼﻞ ﺇﻟﻴﻪ ﺛﻮﺍﺏ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﺍﻟﻤﺎﻟﻴﺔ ﺑﺎﻹﺟﻤﺎﻉ ﻭﻫﺬﺍ ﻣﺬﻫﺐ ﺃﺑﻲ
ﺣﻨﻴﻔﺔ ﻭﺃﺣﻤﺪ ﻭﻏﻴﺮﻫﻤﺎ ﻭﻗﻮﻝ ﻃﺎﺋﻔﺔ ﻣﻦ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﻣﺎﻟﻚ
ﻭﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻭﻫﻮ ﺍﻟﺼﻮﺍﺏ ﻷﺩﻟﺔ ﻛﺜﻴﺮﺓ ﺫﻛﺮﻧﺎﻫﺎ ﻓﻲ ﻏﻴﺮ ﻫﺬﺍ
ﺍﻟﻮﺿﻊ. ﻭﺍﻟﺜﺎﻧﻲ: ﺃﻥ ﺛﻮﺍﺏ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺓ ﺍﻟﺒﺪﻧﻴﺔ ﻻ ﻳﺼﻞ ﺇﻟﻴﻪ ﺑﺤﺎﻝ
ﻭﻫﻮ ﺍﻟﻤﺸﻬﻮﺭ ﻋﻨﺪ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﺍﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻭﻣﺎﻟﻚ.
“Para ulama terdiri dari 2 pendapat; pertama,
bahwa pahala ibadah yang bersifat fisik seperti
salat, membaca al-Quran dan lainnya akan sampai
kepada mayit sebagaimana sampainya pahala
ibadah yang bersifat materi sesuai kesepakatan
ulama. Ini adalah madzhab Abu Hanifah, Ahmad,
sekelompok ulama dari madzhab Maliki dan Syafii.
Inilah pendapat yang benar, berdasarkan dalil-dalil
yang kami paparkan di luar pembahasan ini. Kedua,
bahwa ibadah yang bersifat fisik tidak sampai
kepada mayit sama sekali. Ini adalah pendapat yang
masyhur dari ulama Syafiiyah dan
Malikiyah” (Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin 7/159)
ﻣﺠﻤﻮﻉ ﻓﺘﺎﻭﻯ ﻭﺭﺳﺎﺋﻞ ﺍﺑﻦ ﻋﺜﻴﻤﻴﻦ - ‏(ﺝ / 2 ﺹ 240 )
ﻭﺳﺌﻞ ﻓﻀﻴﻠﺔ ﺍﻟﺸﻴﺦ - ﺣﻔﻈﻪ ﺍﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ :- ﻋﻦ ﺣﻜﻢ ﺇﻫﺪﺍﺀ
ﺍﻟﻘﺮﺍﺀﺓ ﻟﻠﻤﻴﺖ؟ ﻓﺄﺟﺎﺏ ﺑﻘﻮﻟﻪ : ﻫﺬﺍ ﺍﻷﻣﺮ ﻳﻘﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﺟﻬﻴﻦ :
ﺃﺣﺪﻫﻤﺎ : ﺃﻥ ﻳﺄﺗﻲ ﺇﻟﻰ ﻗﺒﺮ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻓﻴﻘﺮﺃ ﻋﻨﺪﻩ ، ﻓﻬﺬﺍ ﻻ
ﻳﺴﺘﻔﻴﺪ ﻣﻨﻪ ﺍﻟﻤﻴﺖ ؛ ﻷﻥ ﺍﻻﺳﺘﻤﺎﻉ ﺍﻟﺬﻱ ﻳﻔﻴﺪ ﻣﻦ ﺳﻤﻌﻪ ﺇﻧﻤﺎ
ﻫﻮ ﻓﻲ ﺣﺎﻝ ﺍﻟﺤﻴﺎﺓ ﺣﻴﺚ ﻳﻜﺘﺐ ﻟﻠﻤﺴﺘﻤﻊ ﻣﺎ ﻳﻜﺘﺐ
ﻟﻠﻘﺎﺭﺉ ،ﻭﻫﻨﺎ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻗﺪ ﺍﻧﻘﻄﻊ ﻋﻤﻠﻪ ﻛﻤﺎ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ، ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ : " ﺇﺫﺍ ﻣﺎﺕ ﺍﺑﻦ ﺁﺩﻡ ﺍﻧﻘﻄﻊ ﻋﻤﻠﻪ ﺇﻻ ﻣﻦ ﺛﻼﺙ
ﺻﺪﻗﺔ ﺟﺎﺭﻳﺔ ، ﺃﻭ ﻋﻠﻢ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﻪ ، ﺃﻭ ﻭﻟﺪ ﺻﺎﻟﺢ ﻳﺪﻋﻮ ﻟﻪ "
ﺍﻟﻮﺟﻪ ﺍﻟﺜﺎﻧﻲ : ﺃﻥ ﻳﻘﺮﺃ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ ﺗﻘﺮﺑﺎً ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ
- ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ - ﻭﻳﺠﻌﻞ ﺛﻮﺍﺑﻪ ﻷﺧﻴﻪ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ﺃﻭ ﻗﺮﻳﺒﻪ
ﻓﻬﺬﻩ ﺍﻟﻤﺴﺄﻟﺔ ﻣﻤﺎ ﺍﺧﺘﻠﻒ ﻓﻴﻪ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ: ﻓﻤﻨﻬﻢ ﻣﻦ ﻳﺮﻯ ﺃﻥ
ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﺍﻟﺒﺪﻧﻴﺔ ﺍﻟﻤﺤﻀﺔ ﻻ ﻳﻨﺘﻔﻊ ﺑﻬﺎ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻭﻟﻮ ﺃﻫﺪﻳﺖ ﻟﻪ ؛
ﻷﻥ ﺍﻷﺻﻞ ﺃﻥ ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﻣﻤﺎ ﻳﺘﻌﻠﻖ ﺑﺸﺨﺺ ﺍﻟﻌﺎﺑﺪ ، ﻷﻧﻬﺎ
ﻋﺒﺎﺭﺓ ﻋﻦ ﺗﺬﻟﻞ ﻭﻗﻴﺎﻡ ﺑﻤﺎ ﻛﻠﻒ ﺑﻪ ﻭﻫﺬﺍ ﻻ ﻳﻜﻮﻥ ﺇﻻ ﻟﻠﻔﺎﻋﻞ
ﻓﻘﻂ ، ﺇﻻ ﻣﺎ ﻭﺭﺩ ﺍﻟﻨﺺ ﻓﻲ ﺍﻧﺘﻔﺎﻉ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﺑﻪ ﻓﺈﻧﻪ ﺣﺴﺐ ﻣﺎ
ﺟﺎﺀ ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺺ ﻳﻜﻮﻥ ﻣﺨﺼﺼﺎً ﻟﻬﺬﺍ ﺍﻷﺻﻞ.
ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻣﻦ ﻳﺮﻯ ﺃﻥ ﻣﺎ ﺟﺎﺀﺕ ﺑﻪ ﺍﻟﻨﺼﻮﺹ ﻣﻦ ﻭﺻﻮﻝ
ﺍﻟﺜﻮﺍﺏ ﺇﻟﻰ ﺍﻷﻣﻮﺍﺕ ﻓﻲ ﺑﻌﺾ ﺍﻟﻤﺴﺎﺋﻞ ، ﻳﺪﻝ ﻋﻠﻰ ﺃﻧﻪ ﻳﺼﻞ
ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﻴﺖ ﻣﻦ ﺛﻮﺍﺏ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﺍﻷﺧﺮﻯ ﻣﺎ ﻳﻬﺪﻳﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻤﻴﺖ.
ﻭﻟﻜﻦ ﻳﺒﻘﻰ ﺍﻟﻨﻈﺮ ﻫﻞ ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺍﻟﻤﺸﺮﻭﻋﺔ ﺃﻭ ﻣﻦ
ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺍﻟﺠﺎﺋﺰﺓ ﺑﻤﻌﻨﻰ ﻫﻞ ﻧﻘﻮﻝ : ﺇﻥ ﺍﻹﻧﺴﺎﻥ ﻳﻄﻠﺐ ﻣﻨﻪ ﺃﻥ
ﻳﺘﻘﺮﺏ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﻠﻪ - ﺳﺒﺤﺎﻧﻪ ﻭﺗﻌﺎﻟﻰ - ﺑﻘﺮﺍﺀﺓ ﺍﻟﻘﺮﺁﻥ ﺍﻟﻜﺮﻳﻢ ،
ﺛﻢ ﻳﺠﻌﻠﻬﺎ ﻟﻘﺮﻳﺒﻪ ﺃﻭ ﺃﺧﻴﻪ ﺍﻟﻤﺴﻠﻢ ، ﺃﻭ ﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﺍﻷﻣﻮﺭ
ﺍﻟﺠﺎﺋﺰﺓ ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﻳﻨﺪﺏ ﺇﻟﻰ ﻓﻌﻠﻬﺎ .
ﺍﻟﺬﻱ ﻧﺮﻯ ﺃﻥ ﻫﺬﺍ ﻣﻦ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺍﻟﺠﺎﺋﺰﺓ ﺍﻟﺘﻲ ﻻ ﻳﻨﺪﺏ ﺇﻟﻰ
ﻓﻌﻠﻬﺎ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﻳﻨﺪﺏ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻟﻠﻤﻴﺖ ﻭﺍﻻﺳﺘﻐﻔﺎﺭ ﻟﻪ ﻭﻣﺎ
ﺃﺷﺒﻪ ﺫﻟﻚ ﻣﻤﺎ ﻧﺴﺄﻝ ﺍﻟﻠﻪ - ﺗﻌﺎﻟﻰ - ﺃﻥ ﻳﻨﻔﻌﻪ ﺑﻪ، ﻭﺃﻣﺎ ﻓﻌﻞ
ﺍﻟﻌﺒﺎﺩﺍﺕ ﻭﺇﻫﺪﺍﺅﻫﺎ ﻓﻬﺬﺍ ﺃﻗﻞ ﻣﺎ ﻓﻴﻪ ﺃﻥ ﻳﻜﻮﻥ ﺟﺎﺋﺰﺍً ﻓﻘﻂ
ﻭﻟﻴﺲ ﻣﻦ ﺍﻷﻣﻮﺭ ﺍﻟﻤﻨﺪﻭﺑﺔ ، ﻭﻟﻬﺬﺍ ﻟﻢ ﻳﻨﺪﺏ ﺍﻟﻨﺒﻲ ، ﺻﻠﻰ
ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ، ﺃﻣﺘﻪ ﺇﻟﻴﻪ ﺑﻞ ﺃﺭﺷﺪﻫﻢ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻟﻠﻤﻴﺖ
ﻓﻴﻜﻮﻥ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﺃﻓﻀﻞ ﻣﻦ ﺍﻹﻫﺪﺍﺀ .
“Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya tentang hukum
menghadiahkan bacaan al-Quran untuk mayit? Ia
menjawab: Masalah ini ada dua bentuk. Pertama:
Seseorang mendatangi makam mayit kemudian
membaca al-Quran di dekatnya. Dalam hal ini mayit
tidak dapat manfaat dari bacaan. Sebab yang bisa
mendengarkan dari bacaan al-Quran hanya ketika
masih hidup, sebagaimana (dalam hadis) orang
yang mendengarkan dicatat pahalanya seperti
orang yang membacanya. Sementara disini amal
mayit telah terputus, sebagaimana sabda Nabi Saw:
“Jika anak Adam mati maka terputus amalnya
kecuali dari 3, sedekah yang mengalir, ilmu yang
bermanfaat, atau anak sholeh yang
mendoakannya” (HR Muslim)
Kedua, seseorang membaca al-Quran yang mulia
sebagai pendekatan diri kepada Allah dan
menjadikan pahalanya kepada saudaranya yang
muslim atau kerabatnya, maka dalam masalah ini
para ulama beda pendapat. Sebagian berpendapat
bahwa amal ibadah yang bersifat fisik tidak dapat
dirasakan manfaatnya oleh mayit, meskipun
dihadiahkan, Sebab dasar ibadah termasuk hal yang
berkaitan dengan diri seseorang. Karena ibadah
adalah ibarat ketundukan dan mendirikan ibadah
yang ia jalankan. Hal ini hanya didapatoleh
pelakunya saja, kecuali hadis yang menjelaskan
bahwa mayit dapat menerima manfaatnya (haji,
puasa dan sedekah).
Sebagian ulama berpendapat bahwa dalil-dalil hadis
tentang sampainya pahala kepada orang yang
meninggal (haji, puasa dan sedekah) menunjukkan
sampainya pahala amal ibadah yang lain yang
dihadiahkan kepada mayit. Tetapi tetap dilihat
apakah hal ini bagian dari hal-hal disyariatkan
ataukah hal-hal yang diperbolehkan yang tidak
sunah untuk dilakukan. Menurut pendapat kami hal
ini tergolong hal-hal yang diperbolehkan yang tidak
sunah untuk dilakukan. Yang disunahkan adalah
mendoakan mayit, memintakan ampunan untuknya
dan sebagainya. Sedangkan melakukan ibadah dan
menghadiahkan kepada mayit, minimal hukumnya
adalah boleh, tidak sunah. Oleh karenanya Nabi Saw
tidak menganjurkannya kepada umatnya, tetapi
memberi petunjuk untuk mendoakan mayit. Maka
doa lebih utama daripada menghadiahkan bacaan
al-Quran” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin
2/240)
Catatan penulis :
Dalam fatwanya yang bentuk pertama
dikatakan bahwa ‘Baca al-Quran di kuburan
tidak berguna bagi mayit’. Pertanyaannya
‘Bagaimana jika membaca al-Quran di
kuburan kemudian pahalanya dihadiahkan
kepada mayit? Sebab dalam fatwa bentuk
kedua Ibnu Utsaimin mengatakan boleh!
Dalil membaca al-Quran di kuburan
dilakukan sejak masa sahabat:
ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﺨَﻼَّﻝُ ﻭَﺃَﺧْﺒَﺮَﻧِﻲ ﺍﻟْﺤَﺴَﻦُ ﺑْﻦُ ﺃَﺣْﻤَﺪَ
ﺍﻟْﻮَﺭَّﺍﻕُ ﺣَﺪَّﺛَﻨِﻰ ﻋَﻠِﻰُّ ﺑْﻦُ ﻣُﻮْﺳَﻰ ﺍﻟْﺤَﺪَّﺍﺩُ ﻭَﻛَﺎﻥَ
ﺻَﺪُﻭْﻗًﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻛُﻨْﺖُ ﻣَﻊَ ﺃَﺣْﻤَﺪَ ﺑْﻦِ ﺣَﻨْﺒَﻞَ ﻭَﻣُﺤَﻤَّﺪٍ
ﺑْﻦِ ﻗُﺪَﺍﻣَﺔَ ﺍﻟْﺠَﻮْﻫَﺮِﻯ ﻓِﻲ ﺟَﻨَﺎﺯَﺓٍ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺩُﻓِﻦَ
ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖُ ﺟَﻠَﺲَ ﺭَﺟُﻞٌ ﺿَﺮِﻳْﺮٌ ﻳَﻘْﺮَﺃُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻘَﺒْﺮِ
ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟَﻪُ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﻳَﺎ ﻫَﺬَﺍ ﺇِﻥَّ ﺍْﻟﻘِﺮَﺍﺀَﺓَ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟْﻘَﺒْﺮِ
ﺑِﺪْﻋَﺔٌ ﻓَﻠَﻤَّﺎ ﺧَﺮَﺟْﻨَﺎ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻗَﺎﻝَ ﻣُﺤَﻤَّﺪُ ﺑْﻦُ
ﻗُﺪَﺍﻣَﺔَ ِﻷَﺣْﻤَﺪَ ﺑْﻦِ ﺣَﻨْﺒَﻞَ ﻳَﺎ ﺃَﺑَﺎ ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﻠﻪِ ﻣَﺎ
ﺗَﻘُﻮْﻝُ ﻓِﻲ ﻣُﺒَﺸِّﺮٍ ﺍﻟْﺤَﻠَﺒِﻲّ ﻗَﺎﻝَ ﺛِﻘَﺔٌ ﻗَﺎﻝَ ﻛَﺘَﺒْﺖَ
ﻋَﻨْﻪُ ﺷَﻴْﺌًﺎ ؟ ﻗَﺎﻝَ ﻧَﻌَﻢْ ﻓَﺄَﺧْﺒَﺮَﻧِﻲ ﻣُﺒَﺸِّﺮٌ ﻋَﻦْ
ﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺑْﻦِ ﺍْﻟﻌَﻼَﺀِ ﺍﻟﻠَّﺠَّﺎﺝِ ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻴْﻪِ ﺃَﻧَّﻪُ
ﺃَﻭْﺻَﻰ ﺇِﺫَﺍ ﺩُﻓِﻦَ ﺃَﻥْ ﻳُﻘْﺮَﺃَ ﻋِﻨْﺪَ ﺭَﺃْﺳِﻪِ ﺑِﻔَﺎﺗِﺤَﺔِ
ﺍﻟْﺒَﻘَﺮَﺓِ ﻭَﺧَﺎﺗِﻤَﺘِﻬَﺎ ﻭَﻗَﺎﻝَ ﺳَﻤِﻌْﺖُ ﺍﺑْﻦَ ﻋُﻤَﺮَ
ﻳُﻮْﺻِﻲ ﺑِﺬَﻟِﻚَ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟَﻪُ ﺃَﺣْﻤَﺪُ ﻓَﺎﺭْﺟِﻊْ ﻭَﻗُﻞْ
ﻟِﻠﺮَّﺟُﻞِ ﻳَﻘْﺮَﺃُ ‏(ﺍﻟﺮﻭﺡ ﻻﺑﻦ ﺍﻟﻘﻴﻢ / 1 10 ‏)
"Ali bin Musa al-Haddad (orang yang sangat jujur)
berkata: Saya bersama Ahmad bin Hanbal dan
Muhammad Ibnu Qudamah al-Jauhari menghadiri
pemakaman janazah. Setelah dimakamkan, ada
orang laki-laki buta membaca al-Quran di dekat
kubur tersebut. Ahmad berkata kepadanya: Wahai
saudara! Membaca di dekat kubur adalah bid'ah.
Setelah kami keluar dari kuburan, Muhammad ibnu
Qudamah bertanya kepada Ahmad bin Hanbal:
Wahai Abu Abdillah. Apa penilaianmu tentang
Mubasysyir al-Halabi? Ahmad menjawab: Ia orang
terpercaya. Ibnu Qudamah bertanya lagi: Apakah
engkau meriwayatkan hadis dari Mubasysyir?
Ahmad bin Hanbal menjawab: Ya. Saya
mendapatkan riwayat dari Mubasysyir bin
Abdirrahman dari ayahnya, bahwa ayahnya
berpesan agar setelah dimakamkan dibacakan di
dekat kepalanya dengan pembukaan al-Baqarah
dan ayat akhirnya. Ayahnya berkata bahwa ia
mendengar Ibnu Umar berwasiat seperti itu juga.
Kemudian Imam Ahmad berkata kepada Ibnu
Qudamah: Kembalilah, dan katakan pada lelaki tadi
agar membacanya!" (al-Ruh, Ibnu Qoyyim, I/11)

*Akhi Fillah, Muhammad Makruf Khozin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar