Selasa, 03 Maret 2015

NILAI WAKTU MENURUT ULAMA SALAF

CARA ULAMA SALAF MENJAGA WAKTU SECARA PRAKTIS DAN EFEKTIF.

وفي قيمة الزمن عند العلماء، ص. ٥٩. للشيخ عبد الفتاخ ابو غدة.

وقد كان القدماء — يعني السلف — يحذرون من تضييع الزمان، قال الفضيل ابن عياض : اعرف من يعد كلامه من الجمعة الي الجمعة. ودخلوا علي رجل من السلف، فقالوا : لعلنا شغلناك ؟ فقال : اصدقكم، كنت اقرأ فتركت القراءة لاجلكم !.    وجاء عابد الي السري السقطي، فرأى عنده جماعة، فقال : صرت مناخ البطالين ! ثم مضى ولم يجلس.
ومتى لان المزور طمع فيه الزائر فأطال الجلوس، فلم يسلم من أذى. وقد كان جماعة قعدوا عند معروف الكرخى، فأطالوا، فقال : ان ملك الشمس لا يفتر عن سوقها، فمتى تريدون القيام ؟!

وكان جماعة من السلف يحفطون اللحظات، وكان داود الطائى يستف الفتية، ويقول : بين سف الفتيت واكل الخبز قراءة خمسين ايو. وكان عثمان الباقلاوى دائم الذكر لله تعالى، فقال : اني وقت الافطار احس بروحي كانها تخرج ! لاجل اشتغالي بالاكل عن الذكر. واوصى بعض السلف اصحابه فقال : اذا خرجتم من عندي فتفرقوا، لعل احدكم يقرأ القرآن في طريقه، ومتى اجتمعتم تحدثتم.
واعلم ان الزمان اشرف من ان يضيع منه لحظة، فان في " الصحيح " عن رسول الله صلى الله عليه وسلم انه قال : من قال سبحان الله العظيم وبحمده، غرسة له بها نخلة في الجنة (١). فكم يضيع الادمي من ساعة يفوته فيها الثوب الجزيل ؟! وهذا الايام مثل المزروعة. فهل يجوز للعاقل ان يتوقف عن البذر او يتوانى ؟

(١). الحديث عن جابر ابن عبد الله رضي الله عنهما، رواو الترمذي في " جامعه " ٥ / ٥١١ في الدعوات، والحاكم في " المستدرك " ١ / ٥٠١ في الدعاء. وقال الترمذي فيه : " حديث حسن غريب ". وقال الحاكم : " صحيح علي شرط مسلم " انتهى. فقول ابن الجوزي " في الصحيح...." ليس كما ينبغي لانه يتبادر منه انه في الصحيحين او في احدهما وليس هو كذلك.

Didalam Kitab Qimatuz Zaman ' Indal Ulama' , karya Syaikh Abdul Fattah Abu Ghuddah, Hal. 59.

Bahwa para ulama salaf selalu menghindari pemborosan waktu. Al Fudhail ibn 'Iyadh berkata , " Saya mengetahui beberapa orang yang jarang dijumpai berbicara mulai dari hari Jum'at sampai pada Jum'at berikunya. Misalnya pada suatu hari ada beberapa orang datang kepada salah seorang salaf, ketika masuk mereka berkata, " Maaf, kalau sekiranya kedatangan kami merepotkan anda ", Salaf itu menjawab , " Sungguh benar apa yang anda katakan, tadinya saya sedang sibuk membaca, dan harus saya hentikan karena kedatangan kalian ".
Salah seorang ahli ibadah datang bertamu kerumah As-Sari As-Saqothi, ketika masuk, disana terdapat banyak orang yang sedang ngobrol. Melihat keadaan seperti itu si ahli ibadah keluar lagi seraya berkata, " Rumah anda telah menjadi kandang para pengangguran ".
Memang benar, apabila orang yang dikunjungi tidak tegas, maka itu merupakan kesempatan bagi tamu-2nya untuk nongkrong berlama-lama dan dia pasti akan merasa terganggu.
Makruf Al-Karkhi adalah dalah satu contoh orang yang tegas terhadap tamu-2nya. Ketika beberapa orang datang kerumah beliau lalu duduk berlama-lama disana, maka beliau pun langsung berdiri dan berkata, " Maaf, malaikat penjaga matahari belum capek menggerakkannya, maka kapan anda akan pulang ?"

Sebagaimana diketahui, bahwa para ulama salaf tidak pernah menyia-nyiakan waktunya sekejap pun. Dawud At-Thoi misalnya, ketika membuat roti, ia berkata, " mulai mengupas, menumbuk hingga menjadi roti dan saya makan, saya selalu membaca tidak kurang dari 50 ayat.
Lain halnya dengan Ustman At-Tsaqqolany yang tak pernah lalai sedikitpun waktu dzikir kepada Alloh. Beliau pernah berkata ," Apabila tiba waktu sarapan pagi, saya merasa seolah-olah roh ini mau keluar, karena waktu makan selalu menyibukkan saya dari berdzikir kepada Alloh.

Sebagian ulama salaf sering kali berpesan kepada sahabat-2nya, " Apabila anda keluar dari majelis ini hendaklah kalian semua berpencar, agar anda bisa membaca ( murojaah ) Al-Quran sambil berjalan. Sebab apabila kalian keluar bergerombol, niscaya kalian akan ngobrol ".
Ketahuilah, h
bahwa waktu tidak boleh dilalaikan sekejap pun. Sebagaimana diriwayatkan dalam " As-Shahih " dari Rosululloh SAW, yang bersabda : " Siapa yang membaca SUBHANALLOHIL 'ADZHIM WA BI HAMDIH, maka akan ditanamkan baginya untuk sekali baca satu pohon kurma di surga " (1).
Berapa banyak kita melihat orang-2 menyia-nyiakan waktunya, yang berarti bahwa mereka juga menyia-nyiakan pahala yang besar. Padahal hari-2 kita di dunia ini seperti ladang. Apakah logis bagi orang berakal untuk berhenti atau enggan untuk menaburkan benih, padahal ia sangat membutuhkannya ?

(1).  Hadist ( diatas ) ini dari Jabir r.a. dan diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dalam Al-Jami', Juz 5 / 551 pada bab Ad-Da'awaat. Begitu juga Al-Hakim dalam Al-Mustadroknya, Juz 1 / 501, dan beliau berkata bahwa hadist ini Shohih atas syarat Imam Muslim. At-Tirmidzi menghukumi hadist ini dengan hadist Hasan Ghorib. Adapun pendapat Ibnu Al-Jauzy yang mengatakan bahwa hadist ini berada dalam kitab As-Shahih tidaklah benar, karena hadist tersebut tidak terdapat disana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar