Rabu, 25 Maret 2015

KEAJAIBAN HATI PARA AHLUL QUR'AN

JIWA-JIWA QUR'ANI, SEBUAH BENTUK RASA CINTA DAN KERINDUAN TERAMAT DALAM PADA KALAM ILAHI

Ulasan kali ini adalah sedikit penyempurnaan dari beberapa kajian yang sudah saya posting beberapa waktu yang lalu, agar kiranya menjadi bahan renungan dan muhasabah diri saya pribadi khususnya, bagi pembaca, pengkaji ayat-ayat Al-Qur'an, terlebih lagi bagi para penghafalnya. Adapun bahasan beberapa poin dari topik diatas lebih banyak saya nukil dari catatan-catatan harian saya.

بسم الله الرحمن الرحيم

Ahlul Qur'an adalah Ahlulloh ( keluarganya Alloh ), dan dipermukaan bumi ini tidak ada keluarga yang lebih terhormat dibanding orang-2 yang dipilih untuk masuk dalam lingkup keluargaNya, dan ini adalah bentuk penghargaan yang luar biasa dari hamba-hamba yang dipilih olehNya.

Sebagaimana Hadist yang diriwayatkan Imam An-Nasai dalam kitabnya " Fadhoilul Qur'an ", Hal. 98 -99 ;

اخبرنا عبيد الله ابن سعيد عن عبد الرحمن قال : حدثني عبد الرحمن بن بديل ميسرة عن ابيه عن انس ابن مالك قال : قال رسول الله صلي الله عليه وسلم : ان لله اهلين من خلقه، قالوا : ومن هم يا رسول الله ؟ قال : اهل القرآن هم اهل الله وخاصته.

اسناده حسن فرجاله كلهم ثقات سوي عبد الرحمن بن بديل، قال عنه الحافظ لا بأس به انظر التقريب ١/٤٧٣ ووثقه الطيالسي وقد صحح هذا الحديث المنذري في الترغيب والترهيب انظر ٢/٣٥٤، والبوصيرى في مصباح الزجاجة بزوائد ابن ماجه ورقة ١٤. وقد اخرجه احمد في مسنده ٣/١٢٧ ،١٢٨، ٢٤٢ ، والحاكم في المستدرك ١/٥٥٦، وابن ماجه في سننه رقم ٢١٥، وابو داوود الطيالسي ذكره البوصيرى والدارمي في سننه رقم ٣٣٢٩، والبزار في مسنده ذكره القرطبي في تفسيره ١/١.

" Telah memberitahukan kepada kami 'Ubaidulloh ibn Sa'id dari 'Abdur Rohman, yang berkata : Abdur Rohman ibn Bidyl bercerita kepadaku dari ayahnya dari Anas ibn Malik, berkata Anas : Rosululloh SAW bersabda : " Sesungguhnya Alloh memiliki keluarga dari makhluk ciptaanNya ". Maka berkata para sahabat, " Siapakah mereka wahai Rosululloh ?, Rosululloh berkata ;" Ahlul Qur'an itulah keluarganya Alloh, dan orang-orang yang dihususkanNya ".

Isnad Hadist ini hasan dan para rijalul hadistnya  semuanya terpercaya kecuali Abdur Rohman ibn Bidyl/ Budayl, Al Hafidz ibnu Hajar berkata tentangnya, " tidak ada masalah dengan Abdur Rahman ibn Bidyl " Lihat kitab At-Taqrib juz 1 / Hal. 473, dan Imam At-Thoyalisy menganggapnya sebagai rowi yang tsiqoh. Imam Al Hafidz Al Mundziry mensohihkannya sebagaimana dalam kitabnya At-Targhib wat Tarhib, jilid 2, Hal. 354, serta Imam Al-Bushiry dalam kitabnya yang berjudul Mishbahuz Zujaajah bi Zawaaidi bni Majah, lembar ke 14. Imam Ahmad ibn Hanbal mengeluarkan riwayat hadist ini dalam Musnadnya, jilid 3, Hal. 127, 128, 242, dan Imam Al-Hakim dalam Mustadrok nya , jilid 1, Hal. 556. Imam Ibnu Majah dalam kitab Sunan nya pada No. 215, dan Imam Abu Dawud At-Thoyalisy sebagaimana yang dituturkan Imam Al-Bushiry dan Imam Ad-Darimi dalam Sunan Ad-Darimi, No. 3329, dan Imam Al-Bazzar didalam Musnad nya sebagaimana yang telah dituturkan Imam Al-Qurthuby didalam Tafsirnya jilid 1, Hal. 1.

Kedahsyatan hati para Ahlulloh ( salah satunya adalah ahli Qur'an ) dalam menangkap isyarat-2 makna yang terkandung didalamnya sungguh luar biasa. Sehingga berdampak pada cerminan kehidupan sehari-harinya.
Bahkan sebagian dari golongan Salafus Sholih apabila membaca Al-Quran atau suatu ayat dari Al-Quran, akan tetapi hatinya tidak fokus pada apa yang dibaca, maka diulang-ulanginya sampai kedua kalinya, dan bahkan berkali-kali sampai hatinya,  fikirannya tertuju pada apa yang dibaca.
Bagi mereka, kelengahan hati dan fikiran ketika membaca Al-Quran merupakan ketakutan yang luar biasa bagi para salafus sholih. Oleh karena saking begitu dahsyatnya getaran hatinya, sampai-sampai ada dari mereka jatuh tersungkur dan bahkan sampai meninggal.
Dalam hal ini, sebagaimana yang dituturkan Imam An-Nawawi dalam kitabnya At-Tibyan fii Adaabi Hamalatil Qur'an, Hal. 81 ;

والاحاديث فيه كثيرة، واقاويل السلف / فيه مشهورة. وقد بات جماعات من السلف يتلون آية واحدة يتدبرونها ويرددونها الى الصباح، وقد صعق جماعات من السلف عند القراءة ومات جماعات منهم حال القراءة.  وروينا عن بهز بن حكيم ان زرارة بن اوفي التابعي الجليل رضي الله عنهم أمّهم في صلاة الفجر فقرأ حتى بلغ : فإذا نقر في الناقور * فذلك يومئذ يوم عسير ( المدثر : ٨-٩ ) خر ميتا، قال بهز فكنت فيمن حمله.

" Banyak hadist diriwayatkan mengenai hal itu dan perkataan-perkataan ulama salaf tentang hal itu cukup masyhur. Segolongan ulama salaf ada yang membaca satu ayat sambil merenungkannya dan mengulang-ulanginya sampai pagi.
Segolongan ulama salaf telah pingsan ketika membaca Al-Qur'an dan banyak pula yang meninggal dalam keadaan membaca Al-Qur'an. Kami riwayatkan dari Bahzin bin Hakim, bahwa Zuroroh bin Aufa adalah seorang tabi'in yang mulia, ia mengimami orang-orang dalam sholat fajar. Maka ia membaca Al-Quran sampai pada ayat ( diatas ) yang artinya ;
" Apabila ditiup sangkakala. Maka waktu itu adalah waktu datangnya hari yang sulit ". ( Suroh Al-Muddatsir, Juz 29, ayat 8-9 ). Tiba-tiba beliau roboh dan meninggal seketika itu juga. Bahzin bin Hakim berkata, " Aku termasuk orang-orang yang memikul jenazahnya ".

Lebih lanjut, Imam An-Nawawi menuturkan kembali pada Hal. 81-82 ;

وكان احمد بن ابي الحواري رضي الله عنه، وهو ريحانة الشام كما قال أبو القاسم الجنيد رحمه الله اذا قرئ عنده القرآن يصيح ويصعق.

" Adalah Ahmad bin Abul Hawari r.a. yang digelari Roihanatus Syam, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Abul Qosim Al-Junaid Al-Baghdady r.a, apabila dibacakan Al-Qur'an didekatnya, ia menjerit dan jatuh pingsan.

( * saya cukupkan disini dari beberapa kisah tersebut )

Dan hal ini sebagaimana kisah diatas, jelas sekali mengindikasikan bahwa membaca Al-Quran tidaklah sekedar membaca. Mereka memperlakukan dirinya ketika membaca Al-Quran, seolah-olah sedang membaca dihadapan Sang Pemilik Kalam itu sendiri dengan berduaan serta berhadap-hadapan.

Jika Ahli hikmah saja mengatakan ;

اذا جلست بين العلمآء فاحفظ لسانك، واذا جلست بين الاوليآء فاحفظ قلبك

" Apabila engkau duduk diantara para Ulama' maka jagalah lisanmu. Dan apabila engkau duduk diantara para Auliya' maka jagalah hatimu ".

Maka bagaimana pula ketika kita duduk berdua dengan Alloh ketika membaca KalamNya, yang mana Dia mengetahui betul akan siapa diri kita. Maka tidak hanya lisan dan hati saja yang kita jaga, bahkan fikiran dan sikap demi menjaga tata krama dihadapanNya.

Coba kita renungkan lebih dalam dari makna ayat berikut ini ;

(وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ) [Surat Al-Araf : 204]

" Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat ".

Jika kita perhatikan dari dhohir ayat, maka ada sebuah tuntunan bahwa seseorang harus menjadi pendengar yang baik dan dianjurkan diam ketika Al-Quran dibacakan. Tapi coba kita analisa dalam-2 dari sebagian rahasia dari hakikat ayat, " Dan apabila dibacakan Al Quran...", Siapakah yang membaca ? kita ? ataukah Dia ( Alloh ) Sang pemilik Kalam yang membacakan untuk kita ?. Jika sebagian dari kita mengatakan bahwa yang membaca adalah kita, maka berhati-hatilah bahwasannya Dia tidak sedikitpun lengah memperhatikan bacaan kita. Di hadapan Sang Raja kita telah diberi kesempatan " berbicara " dengan disaksikan begitu banyak para malaikat-2nya, baik yang menjaga tiap-tiap huruf dari runtutan ayat yang kita baca maupun para malaikat yang menjaga setiap bagian dari bagian anggota tubuh kita, dan bahkan lebih dari itu. Maka sudah selayaknya ketika berbicara di hadapan Sang Raja, fikiran dan hati kita hanya tertuju pada apa yang hendak kita sampaikan kepadaNya.
Dan jika sebagian dari kita mengatakan bahwa Dia ( Alloh SWT ) yang membacakan untuk kita, maka kita benar-2 harus ekstra hati-hati dari kelengahan fikiran dan hati dari tertuju padaNya. Umpamakan ketika Sang Raja menyampaikan titahnya kepada kita, sedang hati dan fikiran kita tidak disana, maka bagaimana kita bisa mengerti dan memahami materi titah Sang Raja tersebut. Bukankah ini suatu kecerobohan dan kesembronoan dari bentuk adab yang tidak baik dari seorang hamba ketika berhadap-hadapan langsung dengan Rajanya.

Sekarang mari kita lihat, bagaimana Hujjatul Islam Imam Al-Ghozali mengajak kita untuk menerjuni amaliah-2 bathin ketika tilawatil Quran, sebagaimana beliau tuturkan dalam salah satu karya monumentalnya, Kitab Ihya' Ulumuddin, hal. 283 ;

الثالث : حضور القلب وترك حديث نفس، قيل في نفسير — يا يحي خذ الكتاب بقوة — اي بجد واجتهاد واخذه بالجد ان يكون متجردا له عند قراءته منصرف الهمة اليه عن غيره، وقيل لبعضهم اذا قرأت القرآن تحدث نفسك بشيئ فقال او شيئ احب اليّ من القرآن حتى احدث به نفسى

" KETIGA :( termasuk bagian dari amaliyah bathin ketika membaca Al-Quran ) adalah kehadiran hati dan meninggalkan bisikan jiwa. Ada yang mengatakan, pada penafsiran firman Alloh Ta'ala, " Yaa yahyaa khudzil kitaaba biquwwah " ( Suroh Maryam, ayat 12 ) yang artinya : " Hai Yahya ! Ambillah kitab itu dengan sungguh-sungguh dan rajin ". Mengambilnya dengan sungguh-sungguh, ialah menghadapkan diri kepada kitab itu semata-mata ketika membacanya, memfokuskan atau memusatkan kemauan hati kepadanya saja, tidak kepada yang lain. Ditanyakan kepada sebagian mereka :" Apabila engkau membaca Al-Quran, adakah engkau itu berbicara dengan dirimu akan sesuatu ( selain Al-Quran ) ? " Maka yang ditanya menjawab, " Adakah sesuatu yang lain yang lebih aku cintai dari Al-Quran, sehingga aku berbicara dengan dia akan diriku ?".
Selanjutnya ( masih di kitab yang sama dan halaman yang sama dari Ihya' nya Imam Al-Gozali ), mari kita beranjak untuk melihat bagaimana Rosululloh SAW dalam merenungi atau mentadabburi ayat.

ويروى انه صلى الله عليه وسلم قرأ بسم الله الرحمن الرحيم فرددها عشرين مرة (١).
(١). حديث انه قرأ بسم الله الرحمن الرحيم فرددها عشرين مرة رواه ابو ذر الهروى في معجمه من حديث ابي هريرة بسند ضعيف.

" Diriwayatkan bahwa Nabi SAW membaca " Bismillahir rohmaanir rohiim ", lalu beliau mengulang-ulanginya sampai 20 kali ". (1). Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Abu Dzar Al-Harawy dalam Mu'jamnya dari Abu Hurairah dengan sanad dhoif.

Imam Al-Ghozali memberi komentar bahwa sesungguhnya Nabi mengulang-ulanginya sampai 20 kali, adalah karena bertadabbur pada segala pengertiannya.

(أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا) [Surat Muhammad : 24]

" Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci? ".

Terlepas dari penafsiran para mufassir, bahwa " memperhatikan Al-Quran " adalah adanya tuntutan dalam pemfokusan hati, serta fikiran agar tidak lengah dalam mentadabburi makna-2nya, mencurahkan segala perhatian hanya semata-mata tertuju padanya ( Al-Quran ) dari apa yang kita baca. Adapun pengertian " ataukah hati mereka terkunci " adalah bentuk kelalaian, kelengahan dari ketidak peka-an hati untuk membuka diri dalam menerima pesan-2 agung dari apa yang telah dibaca. Sehingga hati tidak mampu meresapinya dengan baik.

Dimulai dari masa hidup Rosululloh SAW, para sahabat dan tabi'in dari generasi salafus sholih, banyak kita jumpai akan kepekaan hati mereka dalam menangkap isyarat-isyarat Ilahiyyah dari ayat-ayat Al-Qur'an yang mereka baca. Sejarah telah merekam dengan jelas jejak-jejak keagungan pribadi mereka dalam berinteraksi dengan ayat-ayatNya. Imamuna Abul Hamid Al-Ghozali dengan gamblang menuturkan akan kedahsyatan hati para Ahlulloh ini, sebagaimana yang beliau kisahkan dalam Ihya'nya, juz 2, Hal. 293 ;

واما الحكايات الدلة على ان ارباب القلوب ظهر عليهم الوجد عند سماع القرآن فكثيرة قوله صلى الله عليه وسلم " شيبتنى هود واخواتها ( ٤ ) " خبر ان الوجد فان الشيب يحصل من الحزن والخوف وذلك وجد. وروي ان ابن مسعود رضى الله عنه قرأ على رسول الله صلى الله عليه وسلم سورة النساء فلما انتهى على قوله تعالى " فكيف اذا جئنا من كل امة بشهيد وجئنا بك على هؤلاء سبيلا " قال حسبك وكانت عيناه تذرفان بالدموع ( ١ ) وفي رواية انه عليه السلام قرأ هذه الآية او قرئ عنده — ان لدينا أنكالا وجحيما. وطعاما ذا غصة وعذابا أليما — فصعق ( ٢ )  وفي رواية انه صلى الله عليه وسلم قرأ — إن تعذبهم فانهم عبادك — فبكى ( ٣ ) وكان عليه السلام اذا مر بآية رحمة دعا واستبشر ( ٤ ) والاستبشار وجد وقد أثنى الله تعالى على اهل الوجد بالقرآن فقال تعالى — واذا سمعوا ما أنزل الى الرسول ترى اعينهم تفيض من الدمع مما عرفوا من الحق — وروي ان رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يصلى لصدره أزيز كأزيز المرجل ( ٥ ).

Hikayat-hikayat yang menunjukkan bahwa orang-orang yang mempunyai hati suci itu, banyak yang timbul dari adanya perasaan yang begitu mendalam ketika mendengar Al-Qur'an dibacakan. Sebagaimana sabda Nabi SAW, " Berubannya diriku, adalah karena surat Hud dan surat-surat lainnya yang semisal dengan surat Hud ". ini mengindikasikan adanya perasaan yang mendalam ( al wajd ) dalam hati beliau. Karena ubanan itu terjadi dari ekspresi kesedihan dan ketakutan, dan inilah yang dimaksud al-wajd. (*4).
Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas'ud r.a. membaca dihadapan Rosululloh SAW surat An-Nisa'. Maka ketika sampai pada ayat ;

(فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَىٰ هَٰؤُلَاءِ شَهِيدًا) [Surat An-Nisa : 41]

Yang artinya :" Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami mendatangkan seseorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai umatmu) ". Lalu Nabi SAW berkata ," Cukuplah olehmu ". Tampak kedua mata beliau bercucuran air mata.
Pada suatu riwayat, Nabi SAW membaca ayat atau dibacakan seseorang disampingnya dari ayat ke 12-13 dari suroh Al-Muzammil, yang artinya " Sesungguhnya disisi kami ada rantai yang berat dan api neraka. Dan makanan yang mencekikkan dan siksa yang pedih ". Lalu beliau pingsan.
Pada suatu riwayat, Nabi SAW membaca ayat 118 dari suroh Al-Maidah, yang artinya ," Kalau mereka Engkau siksa, sesungguhnya mereka itu hamba-hambaMu ". Lalu beliau menangis.

Adalah Nabi SAW apabila telah membaca ayat-ayat tentang rahmat, beliau lalu berdoa dan tampak gembira. Kegembiraan itu adalah bentuk dari perasaan yang amat mendalam dari pekanya hati, dan Alloh Ta'ala memuji orang-orang yang mempunyai al-Wajd ( perasaan atau rasa cinta yang mendalam dikarenakan Al-Quran ).
Sebagaimana firman Alloh ;

(وَإِذَا سَمِعُوا مَا أُنْزِلَ إِلَى الرَّسُولِ تَرَىٰ أَعْيُنَهُمْ تَفِيضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوا مِنَ الْحَقِّ ۖ يَقُولُونَ رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ) [Surat Al-Maeda : 83]

" Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Quran) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: "Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad s. a. w.).

Diriwayatkan, bahwa Rosululloh SAW mengerjakan sholat dan dadanya berbunyi menggelegak seperti bunyi menggelegaknya periuk ".

Kemudian masih dikitab yang sama dari Ihya, Juz 2, Hal. 294, Imam Al-Ghozali kembali mengisahkan dari kalangan sahabat dan tabi'in tentang ekspresi luar biasa dari kepekaan hati mereka terhadap haibah dari ayat-ayat Al-Qur'an yang mereka baca. Sebagaimana dalam penuturannya ;

واما ما نقل من الوجد بالقرآن من الصحابة رضي الله عنهم والتابعين فكثير : فمنهم من صعق ومنهم من بكى ومنهم من غشى عليه ومنهم من مات في غشيته وروي ان زرارة بن اوفي وكان من التابعين كان يؤم الناس بالرقة فقرأ — فاذا نقر في الناقور — فصعق ومات في محرابه رحمه الله وسمع عمر رضى الله عنه رجلا يقرأ — ان عذاب ربك لواقع — فصاح صيحة وخر مغشيا عليه فحمل الي بيته فلم يزل مريضا في بيته شهرا وابو جرير من التابعين قرأ عليه صالح المرى فشهق ومات وسمع الشافعى رحمه الله قارئا يقرأ — هذا يوم لا ينطقون ولا يؤذن لهم فيعتذرون — فغشى عليه وسمع على ابن الفضيل قارئا يقرأ — يوم يقوم الناس لرب العالمين — فسقط مغشيا عليه فقال الفضيل شكر الله لك ما قد علمه منك وكذلك نقل عن جماعة منهم وكذلك الصفية فقد كان الشبلى في مسجده ليلة من رمضان وهو يصل خلف امام له فقرأ الامام — ولئن شئنا لنذهبن بالذى اوحينا اليك — فزعق الشبلى زعقة ظن الناس انه قد طارت روحه واحمر وجهه وارتعدت فرائصه وكان يقوم بمثل هذا يخاطب الأحباب يردد ذلك مرارا. وقال الجنيد دخلت على سرى السقطى فرايت بين يديه رجلا قد غشى عليه فقال لى هذا رجل قد سمع آية من القرآن فغشى عليه فقلت اقرءوا عليه تلك الآية بعينها فقرئت فأفاق فقال من اين قلت هذا فقلت رايت يعقوب عليه السلام كان عماه من اجل مخلوق فبمخلوق ابصر ولو كان عماه من اجل الحق ما ابصر بمخلوق فاستحسن ذلك ويشير الي ما قاله الجنيد.

وكأس شربت على لذة      وأخرى تداويت منها بها

" Adapun yang dinukilkan dari al wajd ( perasaan yang mendalam ) dari para sahabat dan tabi'in disebabkan Al-Qur'an banyak sekali. Diantara mereka ada yang menangis, diantara mereka ada yang sampai jatuh tersungkur, dan bahkan diantara mereka ada yang sampai meninggal dunia pada saat tersungkurnya itu.
Diriwayatkan, bahwa Zaroroh bin Aufa salah seorang tabi'in, beliau menjadi imam sholat orang banyak dengan perasaan malu, dan ketika ia membaca ayat " Faidzaa nuqiro fin naaquur " ( Suroh Al-Muddatsir, ayat 8 ) yang artinya " ketika terompet dibunyikan " maka seketika ia jatuh pingsan dan meninggal di mihrobnya, sekiranya Alloh menurunkan rahmat baginya.
Sahabat Umar bin Al-Khotthob mendengar seorang laki-2 membaca ayat ;

ان عذاب ربك لواقع. ما له من دافع

" Sesungguhnya siksaan Tuhan engkau pasti terjadi. Tiada seorangpun dapat menolaknya ". ( Suroh At-Thur, ayat 7-8 ). Lalu beliau ( sahabat Umar ) memekik dan jatuh tersungkur, maka beliaupun dibawa kerumahnya sampai sakit sebulan lamanya.
Abu Jarir termasuk golongan tabi'in. Sholih Al-Marri membacakan beberapa ayat Al-Qur'an kepadanya dengan suara yang sangat merdu. Lalu Abu Jarir jatuh pingsan dan meninggal.
Imam Asy-Syafi'i mendengar seorang pembaca Al-Qur'an membaca ayat :

هذا يوم لا ينطقون. ولا يؤذن لهم فيعتذرون

" Inilah hari yang dikala itu mereka tiada dapat berbicara. Dan kepada mereka tiada diberikan keizinan, sehingga mereka dapat mengajukan keberatan ( pembelaan ). ( Suroh Al-Mursalaat, ayat 35-36 ) lalu beliau ( Imam Asy-Syafi'i jatuh tersungkur.
Ali bin Al-Fudhail mendengar seorang pembaca Al-Qur'an membaca ayat ;

يوم يقوم الناس لرب العالمين

" Dihari manusia berdiri dihadapan Tuhan semesta alam ". ( Suroh Al-Muthoffifin, ayat 6 ). Lalu ia jatuh pingsan. Maka Al-Fudhail ( ayahnya ) berkata ," Alloh mengucapkan terima kasih kepadamu, atas apa yang diketahuiNya dari padamu ".

Begitu pula dinukilkan dari segolongan mereka, dan begitu pula pada kaum Sufi. Pada suatu malam bulan Romadhon, Asy-Syibli berada dimasjidnya, dan ia sholat dibelakang imam sholatnya. Lalu imam itu membaca ayat ;

ولئن شئنا لنذهبن بالذى اوحينا اليك

" Dan kalau kami kehendaki, niscaya kami hilangkan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu " ( Suroh Al-Isro', ayat 86 ) Maka Asy-Syibli berteriak-teriak sehingga orang-orang mengira bahwa nyawa Asy-Syibli telah terbang ( lepas dari raganya ), mukanya merah padam dan amat takut hatinya. Dia mengatakan seperti itu dihadapan teman-temannya dan banyak mengulang-ulanginya yang demikian itu.
Al-Junaid berkata ," Aku masuk ketempat Sary As-Saqhothi, dan aku melihat dihadapannya seorang lelaki yang jatuh pingsan. Lalu Sary As-Saqothi berkata kepadaku, " Ini adalah orang yang mendengar suatu ayat dari Al-Quran lalu jatuh pingsan ". Maka aku menjawab ," Bacakanlah ayat itu lagi kepadanya ". Lalu dibacakan oleh Sary As-Saqothi dan lelaki itupun sadar seketika dari pingsannya.
Lalu Sary As-Saqothi bertanya, " Dari manakah sumbernya sampai engkau mengatakan hal ini ?". Aku ( Syaikh Junaid Al-Baghdady ) menjawab ," Aku melihat Nabi Ya'qub buta matanya karena makhluk, maka dengan makhluk pula ia dapat kembali melihat. Dan jika butanya karena Al-Haq, maka ia tidak akan melihat dengan sebab makhluk ". Sary As-Saqothi memandang baik perkataan Al-Junaid tersebut. Dan terhadap apa yang dikatakan oleh Al-Junaid tadi ditunjukkan oleh sebuah sajak seorang penyair ;

Segelas khomer aku minum
Untuk kesenangan
Dan segelas lagi aku minum
Untuk pengobatan.

Masih banyak kisah-kisah Ahlul Quran yang begitu dalam penghayatannya dalam tiap-tiap ayat yang dibaca. Disini saya cantumkan juga dari beberapa kisah penggugah jiwa dari gurunya guru kami tercinta.

Adalah Hadrotus Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ari, pada suatu peristiwa beliau amat letih oleh karena seharian penuh mengikuti Konferensi Nahdlatul Ulama' di kota Malang. Ketika itu beliau tidak dapat memberikan pelajaran dimalam harinya kepada murid-2, karena beliau tidur mulai ba'da Isya, dan tampak nyenyak sekali tidurnya. Sekitar pukul 3:30 malam beliau baru bangun lalu mengambil air wudhu terus melanjutkannya dengan sholat tahajjud. Walaupun sejak siang belum makan, tetapi makanan yang terhidang tidak juga dijamahnya, bahkan beliau langsung mengambil Al-Quran dan membacanya dengan Tartil ( jawa : antan-antan ). Setelah membacanya sekitar setengah jam, sampailah pada Suroh Ad-Dzariyat, ayat 17-18 yang berbunyi ;

(كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

" Di dunia, mereka ( para sahabat dan pengikut Nabi Muhammad SAW ) sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.

Setelah sampai pada ayat tersebut, beliau menghentikan bacaannya, diam sejenak lalu beliau menangis tersedu-sedu sampai air matanya membasahi jampang dan janggutnya yang sudah mulai memutih. Agaknya beliau merasa bahwa malam itu beliau terlalu banyak tidurnya.

Seorang guru senantiasa menjadi panutan murid-2nya, begitupula agaknya Kyai Fattah dalam meneladani sifat-2 gurunya, Hadrotus Syaikh Muhammad Hasyim Asy'ari, pendiri pondok pesantren Tebuireng, Jombang.

Kyai Abdul Fattah Hasyim, ( ayah mertua sekaligus Guru dari guru kami KH. Muhammad Djamaluddin Ahmad pengasuh Pon-Pes Bumi Damai Al-Muhibbin, TambakBeras-Jombang ) adalah salah satu pengasuh Pon-Pes Bahrul Ulum TambakBeras, Jombang. Dulu kalau mengajar Tafsir Jalalain di sekolah Mu'allimin-Mu'allimat tidak pernah bawa kitab, karena beliau hafal diluar kepala isi kitab tersebut. Dan setiap pelajaran, kalau materi ayatnya berkaitan dengan nikmat Alloh pasti rasa suka citanya luar biasa. Tapi kalau materi yang disampaikan berkenaan dengan ayat-ayat adzab atau siksa, maka dapat dipastikan dari 2 jam pelajaran, yang 1 jam dipakai penyampaian materi dan 1 jam nya beliau menangis tersedu-sedu, sehingga siswa2 waktu itu banyak yang menangis oleh karena ikut terbawa suasana hati beliau.

Maka hendaklah kita fahami dengan fikiran yang jernih, hati yang tulus dari membaca kedahsyatan ayat-ayatNya yang mulia dan agung itu, agar kita senantiasa mendapatkan hikmah dari amanah yang dititipkan kepada kita. Mudah-2an dengan sedikit ulasan saya yang dhoif ini, kita mendapat petunjuk dari Alloh agar menjadi Ahlul Quran yang Sabiqun bil khoirot bi idznillah. Dan untuk menggapai " bi idznillah " sebagai bagian dari Hidayah-Nya, maka hendaknya kita berazam sekuat hati untuk bisa mencontoh teladan  Rosululloh, sahabat-2 beliau dan para salafus sholih. Tetap mengedepankan husnudzhon kepada Alloh bahwasanya kita masih disediakan peluang untuk ambil bagian di kelas VIP dari kelas-2 Ahlul Quran lainnya.

Mudah-2an bermanfaat  sekelumit analisa kami yang faqir ini untuk sekiranya dapat dijadikan motivasi diri  dalam menggapai ridho Alloh SWT.

————
Danny Ma'shoum. Sidoarjo, Kamis 25 Maret 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar