Jumat, 06 Maret 2015

SEBUAH ANALISA HADIST DALAM KITAB IHYA' ULUMIDDIN

Mengkaji Ulang Tuduhan Hadis Palsu
Kitab Ihya’ (Bag I)
Mengkaji Ulang Tuduhan Hadis Palsu Kitab
Ihya’ (Bag I)
(Ibnu Jauzi telah menuduh 30-an hadis dalam kitab
Ihya’ sebagai hadis palsu. Namun setelah dikaji
ulang berdasarkan penilaian ahli hadis lainnya
ternyata banyak mengandung kesalahan)
ﻓﻰ ﺍﻟﺠﺰﺀ ﺍﻻﻭﻝ
Hadis I
No. 39 Hal. 20
ﺣَﺪِﻳْﺚُ ﺃَﺑِﻲ ﺫَﺭٍّ " ﺣُﻀُﻮْﺭُ ﻣَﺠْﻠِﺲِ ﻋِﻠْﻢٍ ﺃَﻓْﻀَﻞُ ﻣِﻦْ ﺻَﻠَﺎﺓِ ﺃَﻟْﻒِ
ﺭَﻛْﻌَﺔٍ ﻭَﻋِﻴَﺎﺩَﺓِ ﺃَﻟْﻒِ ﻣَﺮِﻳْﺾٍ ﻭَﺷُﻬُﻮْﺩِ ﺃَﻟْﻒِ ﺟَﻨَﺎﺯَﺓٍ ، ﻓَﻘِﻴْﻞَ ﻳَﺎ
ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ : ﻭَﻣِﻦْ ﻗِﺮَﺍﺀَﺓِ ﺍْﻟﻘُﺮْﺁﻥِ ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ
ﻭَﺳَﻠَّﻢَ : ﻭَﻫَﻞْ ﻳَﻨْﻔَﻊُ ﺍﻟْﻘُﺮْﺁﻥُ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﺎﻟْﻌِﻠْﻢِ ؟ "
** ﺫﻛﺮﻩ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﺠﻮﺯﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺎﺕ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﻤﺮ ﻭﻟﻢ
ﺃﺟﺪﻩ ﻣﻦ ﻃﺮﻳﻖ ﺃﺑﻲ ﺫﺭ .
‘Menghadiri majlis ilmu lebih utama daripada salat
(sunah) seribu rakaat, atau mengunjungi seribu
orang sakit, atau menghadiri janazah. Rasul ditanya:
(apakah lebih utama) dari membaca al-Quran?
Rasul Saw menjawab: Bukankah al-Quran tidak
berguna kecuali dengan ilmu? (al-Iraqi: Hadis ini
dicantumkan oleh Ibnu al-Jauzi dalam kitab al-
Maudlu’at dari riwayat Umar, dan tidak saya
temukan dari riwayat Abi Dzar)
Ibnu al-Jauzi:
Hadis ini palsu. Salah satu perawi hadis ini bernama
Mudzakkir, menurut Abu Bakar al-Khatib: Ia adalah
perawi matruk (ditinggalkan). Salah satu perawi
lainnya adalah al-Harawi, dia adalah al-Juwaibari,
orang yang memalsukan hadis. Ahmad bin Hanbal
berkata: Ishaq bin Bahbah (salah satu perawi yang
juga guru dari al-Juwaibari) adalah orang paling
pendusta (al-Maudlu’at I/223)
Jalaluddin al-Suyuthi:
Hadis ini palsu, yang dibuat-buat oleh al-Juwaibari.
Gurunya (Ishaq bin Bahbah) adalah orang paling
pendusta. Dan Mudzakkir adalah perawi matruk
(ditinggalkan). (al-La’ali al-Mashnu’ah I/182)
Hadis II
No. 146 Hal. 62
ﺣَﺪِﻳْﺚُ ﻣُﻌَﺎﺫٍ " ﻣِﻦْ ﻓِﺘْﻨَﺔِ ﺍﻟْﻌَﺎﻟِﻢِ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻟْﻜَﻠَﺎﻡُ ﺃَﺣَﺐَّ ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻣِﻦَ
ﺍﻟْﺎِﺳْﺘِﻤَﺎﻉِ " ﺹ 62
** ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﺑﻮ ﻧﻌﻴﻢ ﻭﺍﺑﻦ ﺍﻟﺠﻮﺯﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺎﺕ .
‘Diantara cobaan orang yang berilmu adalah lebih
senang berbicara daripada mendengarkan’ (al-Iraqi:
Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nuaim dan Ibnu al-
Jauzi dalam kitab al-Maudlu’at)
Ibnu al-Jauzi:
Hadis ini batil baik secara sanad hadis atau
perkataan sahabat. Hadis ini tidak pernah
diucapkan oleh Rasulullah, atau Muadz bin Jabal.
(Dalam hal ini Ibnu al-Jauzi memiliki dua jalur
sanad) Dalam sanad yang pertama, terdapat Khalid
bin Yazid, yang menurut Yahya bin Ma’in dan Abu
Hatim al-Razi: Dia sangat pendusta. Dalam sanad
ini juga terdapat perawi Jabarah bin Mughallis,
menurut Abdullah bin Ahmad: Hadis-hadisnya palsu.
Menurut Ibnu Hibban: Jabarah membalik-balikkan
sanad hadis, dan me- marfu’ -kan hadis yang mursal.
Juga terdapat perawi yang bernama Mindal bin Ali,
yang dinilai dlaif oleh Imam Ahmad, Yahya bin
Ma’in dan Nasa’i. Menurut Ibnu Hibban: Ia berhak
untuk ditinggalkan ( matruk ).
Dalam sanad yang kedua, terdapat Thalhah bin
Zaid. Nasa’i berkata: Ia hadisnya ditinggalkan. Ibnu
Hibban berkata: Tidak halal menjadikan hadisnya
sebahai dalil (hujjah). (al-Maudlu’at I/264)
Jalaluddin al-Suyuthi:
Riwayat ini disebutkan oleh al-Marhabi dalam kitab
Fadl al-Ilmi . Dengan demikian, prasangka yang
dituduhkan kepada Khalid menjadi hilang. Begitu
pula diriwayatkan oleh al-Dailami dalam Musnad al-
Firdaus, juga oleh Ibnu Mubarak dalam kitab al-
Zuhd yang me- mauquf -kan riwayat tersebut kepada
Yazid. Hal yang sama juga diriwayatkan oleh Ibnu
Abdi al-Barr dalam kitab al-Ilmi , dan dia berkata:
Seperti ucapan Yazid bin Abi Habib ini, mulai awal
hingga akhir, telah diriwayatkan dari Muadz bin
Jabal dari beberapa jalur berbeda yang terputus (al-
La’ali al-Mashnu’ah I/203)
Ali al-Kannani:
Jabarah adalah seorang perawi yang dikutip
hadisnya oleh Ibnu Majah (disebut sebanyak 22
kali). Ibnu Namir berkata: Dia orang yang sangat
jujur. Maslamah bin Qasim berkata: Dia terpercaya
Insyaallah . Nashr bin Ahmad al-Baghdadi berkata:
Jabarah pada dasarnya sangat jujur, hanya saja Ibnu
Hammani merusak kitab-kitabnya. Ibnu ‘Adi
berkata: Ia tidak pernah berdusta secara disengaja,
hanya lupa saja. Sedangkan Mindal, hadis-hadisnya
telah diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Majah,
dan tidak dituduh pendusta hadis. Dikutip dari Ibnu
Ma’in bahwa tidak ada kesalahan yang berarti pada
Mindal, hadisnya boleh ditulis. Ibnu Sa’d berkata:
Mindal adalah dlaif, tapi sebagian ulama menerima
hadisnya dan menilainya sebagai orang yang bisa
dipercaya, dia orang baik dan utama. Dengan
demikian secara global, hadis tersebut dlaif.
Sementara menurut al-Hafidz al-Iraqi, riwayat
diatas adalah perkataan Yazid bin Abi Habib, yang
dikutip oleh Ibnu Mubarak dalam kitab al-Raqaiq wa
al-Zuhd . (Tanzih al-Syari’ah I/269)
Catatan Penulis:
Imam al-Ghazali mencantumkan teks dan riwayat ini
sebanyak dua kali dalam kitab Ihya’. Pertama dalam
bab al-Ulama al-Akhirah , beliau menyebutnya
sebagai riwayat mauquf pada Muadz bin Jabal dan
hadis marfu’. Kedua dalam bab al-Khaudl fi al-
Bathil , sebagai riwayat dari Yazid bin Abi Habib.
Hadis III
No. 148 Hal. 62
ﺣَﺪِﻳْﺚُ ﺟَﺎﺑِﺮٍ " ﻟَﺎ ﺗَﺠْﻠِﺴُﻮْﺍ ﻋِﻨْﺪَ ﻛُﻞِّ ﻋَﺎﻟِﻢٍ ﺇِﻟَّﺎ ﺇِﻟَﻰ ﻋَﺎﻟِﻢٍ ﻳَﺪْﻋُﻮْﻛُﻢْ
ﻣِﻦْ ﺧَﻤْﺲٍ ﺇِﻟَﻰ ﺧَﻤْﺲٍ : ﻣِﻦَ ﺍﻟﺸَّﻚِّ ﺇِﻟَﻰ ﺍْﻟﻴَﻘِﻴْﻦِ ، ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟﺮِّﻳَﺎﺀِ
ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﺈِﺧْﻠَﺎﺹِ ، ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟﺮَّﻏْﺒَﺔِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﺰُّﻫْﺪِ ، ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟْﻜِﺒَﺮِ ﺇِﻟَﻰ
ﺍﻟﺘَّﻮَﺍﺿُﻊِ ، ﻭَﻣِﻦَ ﺍﻟْﻌَﺪَﺍﻭَﺓِ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻨَّﺼِﻴْﺤَﺔِ "
** ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺃﺑﻮ ﻧﻌﻴﻢ ﻓﻲ ﺍﻟﺤﻠﻴﺔ ﻭﺍﺑﻦ ﺍﻟﺠﻮﺯﻱ ﻓﻲ
ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺎﺕ .
‘Janganlah kalian duduk di sanding orang yang
berilmu kecuali ia mengajak kalian dari 5 hal menuju
ke 5 hal yang lain; yaitu dari ragu manuju yakin, dari
pamrih menuju ikhlas, dari cinta materi secara
berlebih menuju zuhud (tidak mencintai materi), dari
sombong menuju merendahkan diri, dan dari
permusuhan menuju nasehat’ (al-Iraqi: Hadis ini
diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam kitab al-Hilyah
dan Ibnu al-Jauzi dalam kitab al-Maudlu’at)
Ibnu al-Jauzi:
Ini bukanlah perkataan Rasulullah Saw. Abu Nuaim
berkata ( al-Hilyah VIII/70) : Ini adalah ucapan
Syaqiq yang berceramah di hadapan murid-
muridnya. Sehingga orang-orang salah persepsi dan
menganggapnya sebagai hadis marfu’. (al-
Maudlu’at I/257)
Jalaluddin al-Suyuthi:
Abu Nuaim berkata ( al-Hilyah VIII/70) : Ini adalah
ucapan Syaqiq yang berceramah di hadapan murid-
muridnya. Sehingga orang-orang salah persepsi dan
menganggapnya sebagai hadis marfu’ dan mereka
mencantumkan sanadnya. (al-La’ali al-Mashnu’ah
I/194)
Hadis IV
No. 160 Hal. 68
ﺣَﺪِﻳْﺚُ ﺃَﻧَﺲٍ " ﺍﻟْﻌُﻠَﻤَﺎﺀُ ﺃُﻣَﻨَﺎﺀُ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞِ ﻋَﻠَﻰ ﻋِﺒَﺎﺩِ ﺍﻟﻠﻪِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ
ﻣَﺎﻟَﻢْ ﻳُﺨَﺎﻟِﻄُﻮْﺍ ﺍﻟﺴَّﻠَﺎﻃِﻴْﻦَ ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻓَﻌَﻠُﻮْﺍ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻘَﺪْ ﺧَﺎﻧُﻮْﺍ ﺍﻟﺮُّﺳُﻞَ
ﻓَﺎﺣْﺬَﺭُﻭْﻫُﻢْ ﻭَﺍﻋْﺘَﺰِﻟُﻮْﻫُﻢْ " ‏( ﻣﺮﺗﻴﻦ ‏)
** ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﻌﻘﻴﻠﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻀﻌﻔﺎﺀ ، ﻭﺫﻛﺮﻩ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﺠﻮﺯﻱ ﻓﻲ
ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺎﺕ .
‘Ulama adalah kepercayaan para Rasul atas hamba-
hamba Allah, selama mereka tidak berbaur dengan
para raja (pemerintah). Jika mereka melakukan hal
itu, maka mereka telah berkhianat kepada para
Rasul. Maka waspadalah terhadap mereka dan
jauhilah mereka’ (al-Iraqi: Diriwayatkan oleh al-
Uqaili dalam kitab al-Dlu’afa’ dan Ibnu al-Jauzi
dalam kitab al-Maudlu’at)
Ibnu al-Jauzi:
Hadis ini bukan dari Rasulullah Saw. Dalam riwayat
tersebut terdapat Umar al-Abdi, menurut Ahmad
bin Hanbal: Kami membakar hadisnya. Yahya bin
Ma’in berkata: Dia tidak ada apa-apanya. Nasa’i
berkata: Dia matruk. Ada juga perawi Ibrahim bin
Rustum, Ibnu ‘Adi mengomentarinya: Dia tidak
dikenal. Sementara Muhammad bin Muawiyah dinilai
oleh Ahmad bin Hanbal sebagai orang yang sangat
pendusta. (al-Maudlu’at I/262)
Jalaluddin al-Suyuthi:
Hadis ini tidak palsu. Karena diriwayatkan melalui
jalur lain, yaitu oleh Hasan bin Sufyan dalam
Musnad-nya. Diantara perawinya adalah Ibrahim bin
Rustum, ia dikenal dengan al-Marwazi, dia orang
besar. Ibnu Hajar berkata dalam kitab Lisan al-
Mizan bahwa Yahya bin Ma’in dan Abu Hatim
menilainya sebagai orang terpercaya. Menurutnya
dia berilmu fikih dan ibadah, semestinya adalah
orang jujur. Ibrahim bin Rustum pernah ditawari
oleh khalifah al-Ma’mun untuk menjadi seorang
hakim tetapi ia menolak, dan dia termasuk orang
yang dihormati oleh al-Ma’mun. Hal ini disampaikan
oleh al-Hakim dalam kitabnya al-Tarikh . (al-La’ali
al-Mashnu’ah I/200)
Al-Sakhawi dan al-’Ajluni:
Hadis ini diriwayatkan oleh al-‘Askari dari riwayat
‘Awam bin Hausyab dari Abi Shadiq dari Ali secara
marfu’. Awam adalah dlaif sanadnya. (al-Maqashid
al Hasanah I/160 dan Kasyf al-Khafa’ II/87)
Hadis V
No. 629 Hal. 203
ﺣَﺪِﻳْﺚُ " ﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﺣَﺪٍ ﻳَﺼُﻮْﻡُ ﺃَﻭَّﻝَ ﺧَﻤِﻴْﺲٍ ﻣِﻦْ ﺭَﺟَﺐَ ﺛُﻢَّ ﻳُﺼَﻠِّﻲ
ﻓِﻴْﻤَﺎ ﺑَﻴْﻦَ ﺍﻟْﻌِﺸَﺎﺀِ ﻭَﺍْﻟﻌَﺘَﻤَﺔِ ﺍِﺛْﻨَﺘَﻲْ ﻋَﺸْﺮَﺓَ ﺭَﻛْﻌَﺔً ﻳَﻔْﺼِﻞُ ﺑَﻴْﻦَ ﻛُﻞِّ
ﺭَﻛْﻌَﺘَﻴْﻦِ ﺑِﺘَﺴْﻠِﻴْﻤَﺔٍ ﻳَﻘْﺮَﺃُ ﻓِﻲ ﻛُﻞِّ ﺭَﻛْﻌَﺔٍ ﺑِﻔَﺎﺗِﺤَﺔِ ﺍﻟْﻜِﺘَﺎﺏِ ﻣَﺮَّﺓً ﻭَﺇِﻧَّﺎ
ﺃَﻧْﺰَﻟْﻨَﺎﻩُ ﻓِﻲ ﻟَﻴْﻠَﺔِ ﺍﻟْﻘَﺪْﺭِ ﺛَﻠَﺎﺙَ ﻣَﺮَّﺍﺕٍ ﻭَﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﺣَﺪٌ ﺍِﺛْﻨَﺘَﻲْ
ﻋَﺸَﺮَﺓَ ﻣَﺮَّﺓً ، ﻓَﺈِﺫَﺍ ﻓَﺮَﻍَ ﻣِﻦْ ﺻَﻠَﺎﺗِﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﻋَﻠَﻲَّ ﺳَﺒْﻌِﻴْﻦَ ﻣَﺮَّﺓً
ﻳَﻘُﻮْﻝُ : ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺻَﻞِّ ﻋَﻠَﻰ ﻣُﺤَﻤَّﺪٍ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺍﻟْﺄُﻣِّﻲِ ﻭَﻋَﻠَﻰ ﺁﻟِﻪِ ﺛُﻢَّ
ﻳَﺴْﺠُﺪُ ﻭَﻳَﻘُﻮْﻝُ ﻓِﻲ ﺳُﺠُﻮْﺩِﻩِ ﺳَﺒْﻌِﻴْﻦَ ﻣَﺮَّﺓً : ﺳُﺒُّﻮْﺡٌ ﻗُﺪُّﻭْﺱٌ ﺭَﺏُّ
ﺍﻟْﻤَﻠَﺎﺋِﻜَﺔِ ﻭَﺍﻟﺮُّﻭْﺡِ ، ﺛُﻢَّ ﻳَﺮْﻓَﻊُ ﺭَﺃْﺳَﻪُ ﻭَﻳَﻘُﻮْﻝُ ﺳَﺒْﻌِﻴْﻦَ ﻣَﺮَّﺓً : ﺭَﺏِّ
ﺍﻏْﻔِﺮْ ﻭَﺍﺭْﺣَﻢْ ﻭَﺗَﺠَﺎﻭَﺯْ ﻋَﻤَّﺎ ﺗَﻌْﻠَﻢُ ﺇِﻧَّﻚَ ﺃَﻧْﺖَ ﺍﻟْﺄَﻋَﺰُّ ﺍﻟْﺄَﻛْﺮَﻡُ ، ﺛُﻢَّ
ﻳَﺴْﺠُﺪُ ﺳَﺠْﺪَﺓً ﺃُﺧْﺮَﻯ ﻭَﻳَﻘُﻮْﻝُ ﻓِﻴْﻬَﺎ ﻣِﺜْﻞَ ﻣَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻓِﻲ ﺍﻟﺴَّﺠْﺪَﺓِ
ﺍﻟْﺄُﻭْﻟَﻰ ﺛُﻢَّ ﻳَﺴْﺄَﻝُ ﺣَﺎﺟَﺘَﻪُ ﻓِﻲ ﺳُﺠُﻮْﺩِﻩِ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﺗُﻘْﻀَﻰ "
** ﻓﻲ ﺻﻼﺓ ﺍﻟﺮﻏﺎﺋﺐ ﺃﻭﺭﺩﻩ ﺭﺯﻳﻦ ﻓﻲ ﻛﺘﺎﺑﻪ ﻭﻫﻮ ﺣﺪﻳﺚ
ﻣﻮﺿﻮﻉ .
‘Tidak seorangpun yang berpuasa di awal hari kamis
di bulan Rajab, kemudia di malam harinya antara
salat maghrib dan isya’ melakukan salat sunah
sebanyak 12 rakaat dengan sekali salam setiap dua
rakaat, di setiap rakaat membaca al-Fatihah 1 kali,
surat al-Qadr 3 kali, dan al-Ikhlas 12 kali, selesai
salat membaca salawat 70 kali, lalu sujud dan
membaca doa Subbuhun Quddusun Rabb al-
Malaikati Wa al-ruh 70 kali, kemudian bangun dari
sujud dan membaca doa Rabbi ighfir wa irhamwa
tajawaz ‘amma ta’lamu innaka anta al-a’azzu al-
akramu, sujud lagi yang kedua dan membaca doa
yang sama dengan sujud pertama, terus meminta
hajatnya ketika sujud, maka akan dikabulkan’ (al-
Iraqi: Hadis ini dikutip oleh Ruzain dalam kitabnya,
dan ini adalah hadis palsu)
Imam al-Nawawi:
Salat Raghaib, yaitu salat 12 rakaat yang dilakukan
antara salat Maghrib dan Isya’ di awal Jumat bulan
Rajab, dan salat malam Nishfu Sya’ban 100 rakaat,
keduanya adalah bid’ah yang buruk dan munkar.
Jangan tertipu karena keduanya dicantumkan dalam
kitab Qut al-Qulub dan Ihya’ ‘Ulum al-Din , dan juga
jangan tertipu dengan hadis-hadisnya, kesemuanya
adalah hadis batil (al-Majmu’ IV/56)
Hadis VI
No. 811 Hal. 259
ﺣَﺪِﻳْﺚُ " ﻣَﻦْ ﻭَﺟَﺪَ ﺳَﻌَﺔً ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﻔُﺪْ ﺇِﻟَﻰَّ ﻓَﻘَﺪْ ﺟَﻔَﺎﻧِﻲ "
** ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﺑﻦ ﻋﺪﻱ ﻭﺍﻟﺪﺍﺭﻗﻄﻨﻲ ﻓﻲ ﻏﺮﺍﺋﺐ ﻣﺎﻟﻚ ﻭﺍﺑﻦ
ﺣﺒﺎﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﻀﻌﻔﺎﺀ ﻭﺍﻟﺨﻄﻴﺐ ﻓﻲ ﺍﻟﺮﻭﺍﺓ ﻋﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﻓﻲ
ﺣﺪﻳﺚ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ " ﻣَﻦْ ﺣَﺞَّ ﻭَﻟَﻢْ ﻳَﺰُﺭْﻧِﻲ ﻓَﻘَﺪْ ﺟَﻔَﺎﻧِﻲ " ﻭﺫﻛﺮﻩ
ﺍﺑﻦ ﺍﻟﺠﻮﺯﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺎﺕ . ﻭﺭﻭﻯ ﺍﺑﻦ ﺍﻟﻨﺠﺎﺭ ﻓﻲ ﺗﺎﺭﻳﺦ
ﺍﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﻧﺲ " ﻣَﺎ ﻣِﻦْ ﺃَﺣَﺪٍ ﻣِﻦْ ﺃُﻣَّﺘِﻲ ﻟَﻪُ ﺳَﻌَﺔٌ ﺛُﻢَّ
ﻟَﻢْ ﻳَﺰُﺭْﻧِﻲ ﻓَﻠَﻴْﺲَ ﻟَﻪُ ﻋُﺬْﺭٌ " .
‘Barangsiapa memiliki kelapangan rezeki dan tidak
berkunjung kepadaku, maka dia telah menyakiti
aku’ (al-Iraqi: Diriwayatkan oleh Ibnu ‘Adi dan
Daruquthni dalam kitab Gharaib Malik , Ibnu Hibban
dalam kitab al-Dluafa’ , al-Khatib dalam kitab al-
Ruwat ‘an Malik dalam hadis Ibnu Umar:
‘Barangsiapa beribadah haji dan tidak berziarah
kepadaku, maka dia telah menyakiti aku’, dan hadis
ini dicantumkan oleh Ibnu al-Jauzi dalam kitab al-
Maudlu’at. Ibnu Najjar juga meriwayatkan dalam
kitab Tarikh al-Madinah dari hadis Anas: Tidak
seorangpun dari umatku yang memiliki kelapangan
rezeki tapi tidak berziarah kepadaku, maka tiada
udzur baginya)
Ibnu al-Jauzi:
Dalam riwayat tersebut terdapa Nu’man bin Syibli
(al-Bahili). Menurut Ibnu Hibban: Dia membawa
petaka dari orang-orang terpercaya. Menurut
Daruquthni: Kecacatan hadis ini adalah dari
Muhammad bin Muhammad, bukan dari Nu’man bin
Syibli (al-Maudlu’at II/217)
Ali al-Kannani:
Hadis ini dikaji ulang, Zarkasyi berkata dalam kitab
Takhrij Ahadits al-Rafi’i bahwa hadis tersebut dlaif,
dan Ibnu al-Jauzi bersikap keterlaluan yang telah
mencantumkannya dalam kitab al-Maudlu’at.
Menurut Ibnu ‘Adi: Saya tidak menemukan hadis-
hadis gharib milik Nu’man yang melewati batas.
(Tanzih al-Syariah II/170)
Al-’Ajluni:
al-Hafidz Ibnu Hajar berkata dalam kitab Takhrij
Ahadits Musnad al-Firdaus bahwa hadis tersebut
memiliki jalur riwayat dari Umar. Hadis ini oleh Ibnu
‘Adi dan Ibnu Hibban dicantumkan dalam kitab al-
Dlu’afa’ , oleh Daruquthni dalam kitab Gharaib Malik ,
dan oleh al-Khatib dalam kitab al-Ruwat ‘an Malik .
Dengan demikian, tidak selayaknya menghukumi
hadis tersebut sebagai hadis palsu. (Kasyf al Khafa’
II/244)
Hadis VII
No. 1179 Hal. 335
ﺣَﺪِﻳْﺚُ " ﻓَﻀْﻞُ : ﻗُﻞِ ﺍﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﻣَﺎﻟِﻚَ ﺍﻟْﻤُﻠْﻚِ ﺗُﺆْﺗِﻲ ﺍﻟْﻤُﻠْﻚَ ﻣَﻦْ ﺗَﺸَﺎﺀُ
ﻭَﺗَﻨْﺰِﻉُ ﺍﻟْﻤُﻠْﻚَ ﻣِﻤَّﻦْ ﺗَﺸَﺎﺀُ ﻭَﺗُﻌِﺰُّ ﻣَﻦْ ﺗَﺸَﺎﺀُ ﻭَﺗُﺬِﻝُّ ﻣَﻦْ ﺗَﺸَﺎﺀُ ﺑِﻴَﺪِﻙَ
ﺍﻟْﺨَﻴْﺮُ ﺇِﻧَّﻚَ ﻋَﻠَﻰ ﻛُﻞِّ ﺷَﻲْﺀٍ ﻗَﺪِﻳﺮٌ () ﺗُﻮﻟِﺞُ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞَ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﻬَﺎﺭِ
ﻭَﺗُﻮﻟِﺞُ ﺍﻟﻨَّﻬَﺎﺭَ ﻓِﻲ ﺍﻟﻠَّﻴْﻞِ ﻭَﺗُﺨْﺮِﺝُ ﺍﻟْﺤَﻲَّ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻭَﺗُﺨْﺮِﺝُ
ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖَ ﻣِﻦَ ﺍﻟْﺤَﻲِّ ﻭَﺗَﺮْﺯُﻕُ ﻣَﻦْ ﺗَﺸَﺎﺀُ ﺑِﻐَﻴْﺮِ ﺣِﺴَﺎﺏٍ ‏[ﺁﻝ
ﻋﻤﺮﺍﻥ26/، 27 ‏] "
** ﺃﺧﺮﺟﻪ ﺍﻟﻤﺴﺘﻐﻔﺮﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻋﻮﺍﺕ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﻋﻠﻲ " ﺃﻥ
ﻓﺎﺗﺤﺔ ﺍﻟﻜﺘﺎﺏ ﻭﺁﻳﺔ ﺍﻟﻜﺮﺳﻲ ﻭﺍﻵﻳﺘﻴﻦ ﻣﻦ ﺁﻝ ﻋﻤﺮﺍﻥ ﺷﻬﺪ
ﺍﻟﻠﻪ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻟﻪ ﺍﻹﺳﻼﻡ ﻭﻗﻞ ﺍﻟﻠﻬﻢ ﻣﺎﻟﻚ ﺍﻟﻤﻠﻚ ﺇﻟﻰ ﻗﻮﻟﻪ ﺑﻐﻴﺮ
ﺣﺴﺎﺏ ﻣﻌﻠﻘﺎﺕ ﻣﺎ ﺑﻴﻨﻬﻦ ﻭﺑﻴﻦ ﺍﻟﻠﻪ ﺣﺠﺎﺏ . . . ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ "
ﻭﻓﻴﻪ " ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﻻ ﻳﻘﺮﺃﻛﻦ ﺃﺣﺪ ﻣﻦ ﻋﺒﺎﺩﻱ ﺩﺑﺮ ﻛﻞ ﺻﻼﺓ ﺇﻻ
ﺟﻌﻠﺖ ﺍﻟﺠﻨﺔ ﻣﺜﻮﺍﻩ . . . ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ " ﻭﻓﻴﻪ ﺍﻟﺤﺎﺭﺙ ﺑﻦ ﻋﻤﻴﺮ
ﻭﻓﻲ ﺗﺮﺟﻤﺘﻪ ﺫﻛﺮﻩ ﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ ﻓﻲ ﺍﻟﻀﻌﻔﺎﺀ ﻭﻗﺎﻝ ﻣﻮﺿﻮﻉ ﻻ
ﺃﺻﻞ ﻟﻪ ﻭﺍﻟﺤﺎﺭﺙ ﻳﺮﻭﻱ ﻋﻦ ﺍﻷَﺛﺒﺎﺕ ﺍﻟﻤﻮﺿﻮﻋﺎﺕ . ﻗﻠﺖ :
ﻭﺛﻘﻪ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺯﻳﺪ ﻭﺍﺑﻦ ﻣﻌﻴﻦ ﻭﺃﺑﻮ ﺯﺭﻋﺔ ﻭﺃﺑﻮ ﺣﺎﺗﻢ
ﻭﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ﻭﺭﻭﻯ ﻟﻪ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻱ ﺗﻌﻠﻴﻘﺎ .
‘Keutamaan membaca QS. Ali Imran: 26-27.’ (al-
Iraqi: HR al-Mustaghfiri dalam kitab al-Da’awat dari
Ali. Salah satu perawinya adalah Haris bin Umair,
oleh Ibnu Hibban dicantumkan dalam kitab al-
Dluafa’ , dan dia berkata: Hadis ini palsu, tidak ada
dasarnya dan dia meriwayatkan hadis-hadis palsu
dari Atsbat. Tetapi ia (Harits) dinilai sebagai orang
terpercaya oleh Hammad bin Yazid, Yahya bin
Ma’in, Abu Zur’ah, Abu Hatim, Nasa’i, dan al-
Bukhari meriwayatkannya sebagai hadis mu’allaq)
Ali al-Kannani:
al-Iraqi ditanya mengenai hadis ini, dia menjawab:
Para perawi hadisnya dinilai terpercaya oleh ulama
terdahulu, tetapi ulama muta’akhirin mengomentari
sebagian perawinya. Yang dibicarakan adalah
Muhammad bin Zanbur dan Harits bin Umair. Ibnu
Zanbur dinilai terpercaya oleh Nasa’i dan Ibnu
Hibban, menurut Ibnu Khuzaimah: Dia dlaif.
Sedangkan Haris bin Umair dinilai sebagai orang
terpercaya oleh Hammad bin Yazid, Yahya bin
Ma’in, Abu Zur’ah, Abu Hatim, Nasa’i, dan al-
Bukhari meriwayatkannya sebagai hadis penguat
dalam kitab sahihnya, begitu pula pengarang kitab-
kitab Sunan. Tetapi ia dinilai dlaif oleh al-Hakim
dan al-Dzahabi (Tanzih al-Syariah I/288)
Al-Hafidz Ibnu Hajar:
Hadis ini munkar, sebagaimana menurut al-Dzahabi
(Raudlah al-Muhadditsin X/54)
Hadis VIII
No. 931 Hal. 298
ﺣَﺪِﻳْﺚُ " ﻳَﺎ ﺃَﺑَﺎ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺇِﻥَّ ﻛُﻞَّ ﺣَﺴَﻨَﺔٍ ﺗَﻌْﻤَﻠُﻬَﺎ ﺗُﻮْﺯَﻥُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ
ﺇِﻟَّﺎ ﺷَﻬَﺎﺩَﺓَ ﺃَﻥْ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓَﺈِﻧَّﻬَﺎ ﻟَﺎ ﺗُﻮْﺿَﻊُ ﻓِﻲ ﻣِﻴْﺰَﺍﻥٍ ﻟِﺄَﻧَّﻬَﺎ ﻟَﻮْ
ﻭُﺿِﻌَﺖْ ﻓِﻲ ﻣِﻴْﺰَﺍﻥِ ﻣَﻦْ ﻗَﺎﻟَﻬَﺎ ﺻَﺎﺩِﻗًﺎ ﻭَﻭُﺿِﻌَﺖِ ﺍﻟﺴَّﻤَﺎﻭَﺍﺕُ
ﺍﻟﺴَّﺒْﻊُ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭَﺿُﻮْﻥَ ﺍﻟﺴَّﺒْﻊُ ﻭَﻣَﺎ ﻓِﻴْﻬِﻦَّ ﻛَﺎﻥَ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻠﻪُ ﺃَﺭْﺟَﺢَ
ﻣِﻦْ ﺫَﻟِﻚَ "
** ﻗﻠﺖ ﻭﺻﻴﺔ ﺃﺑﻲ ﻫﺮﻳﺮﺓ ﻫﺬﻩ ﻣﻮﺿﻮﻋﺔ . ﻭﺁﺧﺮ ﺍﻟﺤﺪﻳﺚ
ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﻤﺴﺘﻐﻔﺮﻱ ﻓﻲ ﺍﻟﺪﻋﻮﺍﺕ " ﻭﻟﻮ ﺟﻌﻠﺖ ﻻ ﺇﻟﻪ ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ "
ﻭﻫﻮ ﻣﻌﺮﻭﻑ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺚ ﺃﺑﻲ ﺳﻌﻴﺪ ﻣﺮﻓﻮﻋﺎ " ﻟﻮ ﺃﻥ
ﺍﻟﺴﻤﺎﻭﺍﺕ ﺍﻟﺴﺒﻊ ﻭﺍﻷﺭﺿﻴﻦ ﺍﻟﺴﺒﻊ ﻓﻲ ﻛﻔﺔ ﻣﺎﻟﺖ ﺑﻬﻦ ﻻ ﺇﻟﻪ
ﺇﻻ ﺍﻟﻠﻪ " ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﻨﺴﺎﺋﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﻴﻮﻡ ﻭﺍﻟﻠﻴﻠﺔ ﻭﺍﺑﻦ ﺣﺒﺎﻥ
ﻭﺍﻟﺤﺎﻛﻢ ﻭﺻﺤﺤﻪ .
‘Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya setiap kebaikan
yang engkau perbuat akan ditimbang di hari kiamat,
kecuali kalimat syahadat La ilaha illallah (Tiada
Tuhan selain Allah). Kalimat itu tidak diletakkan
dalam timbangan, sebab jika kalimat itu diletakkan
dalam timbangan seseorang yang mengucapkannya
dengan keikhlasan dan titimbang dengan langit
tujuh, bumi tujuh dan seisinya, niscaya kalimat
syahadat tersebut akan mengunggulinya’ (al-Iraqi:
Saya berkata bahwa wasiat kepada Abu Hurairah ini
adalah Palsu. Kalimat terakhir hadis tersebut
diriwayatkan oleh al-Mustaghfiri dalam kitab al-
Da’awat , redaksi teks hadis terakhir diriwayatkan
oleh al-Nasa’i dalam kitab al-Yaum wa al-Lailah ,
Ibnu Hibban dan al-Hakim, ia menilainya sebagai
hadis sahih)
Al-’Ajluni:
Hadis ini riwayat al-Mustaghfiri dari Abu Hurairah,
yang populer adalah dari Abu Said al-Khudri,
dengan redaksi hadis:
ﻟَﻮْ ﻭُﺿِﻌَﺖْ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻠﻪُ ﻓِﻲ ﻛَﻔَّﺔٍ ﻭَﻭُﺿِﻌَﺖِ ﺍﻟﺴَّﻤَﻮَﺍﺕُ ﻭَﺍﻟْﺄَﺭْﺽُ
ﻓِﻲ ﻛَﻔَّﺔٍ ﻟَﺮَﺟَﺤَﺖْ ﺑِﻬِﻦَّ ﻟَﺎ ﺇِﻟَﻪَ ﺇِﻟَّﺎ ﺍﻟﻠﻪُ
’Seandainya kalimat La ilaha illallah diletakkan di
telapak tangan, kemudian langit dan bumi di
telapak tangan yang lain, maka kalimat La ilaha
illallah akan lebih berat’.  HR. Nasa’i, Ibnu Hibban
dan al-Hakim, keduanya menilai sahih (Kasyf al-
Khafa’ II/174).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar